Move On
Ketika rindu itu mulai mengganggu
Yang bisa ku lakukan hanyalah menutup
mata dan
Membayangkan kalau dirimu kini pasti
lebih baik
Aku sudah mencoba untuk melupakan, tapi
malah semakin
Mengingatnya dengan jelas
Selalu membohongi diri dan berfikir
kalau dirimu past kembali
Padahal sepatah kata pun
Dirimu tak pernah mengatakan akan
kembali
Tapi yang selalu ku lakukan hanyalah
menunggu dan menunggu
Meskipun akal sehatku menolak
Sayangnya hatiku memilih untuk setia
(5 Desember 2016_Anisa)
Musim
hujan sudah dilalui dengan kesepian yang benar benar mencekam. Seharusnya,
musim panas tak begitu, tapi Caesar memilih untuk menanti lagi. Sudah hampir
setahun ia trus menanti dan menanti
kedatangan Ivea ke Bandungan dan seandainya saat itu tiba, Caesar baar
benar akan mengatakan kepada gadis itu tentang perasaannya yang sebenarnya.
Pelan pelan Caesar mulai bosan menanti hati Ivea yang tak kunjung pasti.
Sebelum pergi ia melihat kebimbangan di mata Ivea dan iu semakin memperkuat
keinginannya untuk menjauh. Dia Cuma figuran, Ivea tidak mungkin mencintainya,
kata kata itu terus bermain dibenaknya dan hampir membuatnya gila. Seandainya
ia mengatakan perasaannya pada gadis itu kemungkinan terbesar yang ia dapatkan
hanyalah penolakan karena yang Ivea yakini saat itu rasa cinta dianara mereka
adalah kesalahan, karena Caesar sudah membuatnya berkhianat dari Revi. Itu yang
menjadi alasan kuat kenapa Caesar masih mau seperti ini, masih mau menunggu
hati Ivea sampai sekarang.
Caesar berjalan perlahan sambil
menghembuskan nafas. Sebelah tangannya masih memegangi sekaleng kopi dingin
yang baru saja diambil dari dalam freezer dan yang sebelah lagi masih memilih
milih barang yang akan dibelinya selain kopi. Selama di Bandungan ia menumpang
tinggal di rumah pamannya dan itu seringkali membuatnya berpikir untuk tidak
usah pulang karena takut mengganggu privasi pemilik rumah itu. Otaknya terus
memikirkan kemana ia akan pergi malam ini, apakah ia harus menyewa hotel? Ia
menghembuskan nafas lagi. Kepalanya terangkat saat melihat seseorang dikasir,
seserang yang pernah Caesar kenal.
“Bagaimana Mbak?”
“Tunggu sebentar!”
“Tapi di belakang anda ada yang
mengantri”
“Kalau begitu biarkan dia duluan”
Caesar memandangi wanita yang
kebingungan itu. Dia menyingkir dari meja kasir dan mengeluarkan semua isi
tasnya di lantai. Dengan terburu buru, ia memilah milah barang yang seharusnya
berada di dalam tasnya, tapi tidak ada. Wanita itu menghela nafas putus asa
sambil memandangi barang barang yang berantakan di lantai. Caesar melangkahkan
kaki mendekati wanita itu, lalu berdiri di hadapannya.
“Kakak, apa yang kau cari? Mungkin
aku bisa bantu?”
Wanita itu spontan memandang Caesar
dengan sorot mata terkejut. Kacamata yang di kenakannya melorot ke bawah beberapa
millimeter. Secepat mungkin ia membenarkan letak kacamatanya di posisi yang
diyakininya “Kamu siapa?”
“Kakak tak ingat padaku?” Caesar
menggaruk garuk kepalanya pura pura kebingungan lalu memandangi wanita yang
dipanggilnya kakak itu. “ Kamu Anindhtia Liana Sera, kan?”
Wanita itu mengangguk, masih
memandangnya
“Aku Caesar Arya, adiknya Delta Aron
Adleson. Kita pernah satu sekolah saat SMP, waktu itu aku baru kelas satu saat Kak
Lian dan Kak Aron kelas dua. Dulu Kak
Lian yang jadi pendamping kelompokku saat MOS”
“Oh….” Lian menepuk kepalanya karena
menyesal tlah menyembunyikan ingatannya tentang Caesar dalam dalam dan
kesulitan untuk mengenalinya kembali “Maaf, aku sangat pelupa jadi tidak bisa
mengingatmu dengan cepat”
Caesar menerima permintaan maaf itu
dengan sebuah senyuman “Kakak cari apa?”
“Dompetku, aku lupa meletakannya di
mana. Seharusnya ada di dalam tas” Lian memegangi kepalanya lagi sambil
mengeluh, matanya terpejam sambil mengingat ingat kembali dan akhirnya dia
menyerah. “Mungkin aku batalkan saja semua belanjaan…….”
“Aku yang bayar!” potong Caesar
“Belanjaanmu tidak telalu benyak kan?”
“Tidak usah, tidak perlu sampai
begitu!”
“Nggak papa, anggap aja sebagai salam
perkenalan!”
Caesar membayar semuanya, termasuk
kopi dingin yang ada di tangannya. Sesekali Caesar melirik Lian yang sibuk
mengemasi barang barangnya kebali ke dalam tas. Caesar melihat semuanya, barang
barang yang di bawa Lian hanyalah beberap buku tulis, kotak pengsil dan seragam
SMAnya. Setelah semua barangnya dikemasi, Lian berdiri dan mendekat Caesar
dengan nafas lega. Caesar memberikan kantong plastik belanjaanya kepada Lian
dan dia menerimanya dengan senyum.
***
Caesar dan Lian berjalan keluar dari
Alfamart. Caesar kemudian membantu Lian mencari dompetnya yang hilang. Lian
curiga kalau dompetnya tertinggal di dalam mobil temannya dan Caesar merelakan
ponselnya dipakai untuk menghubngi orang yang bersangkutan. Ternyata dugaan
Lian tidak meleset, dalam waktu kurang dari setengah jam ia mendapatkan
dompetnya kembali dan temannya tadi langsung mengantarkannya ke tempat ia
berada sekarang. Beruntung rumah teman Lian tak jauh dari situ, jadi tak perlu
jauh jauh mengantarkannya. Lian berterimakasih kepada Caesar karna sudah
membantu menemukan dompetnya yang hilang.
“Apa yang kakak katakan? Aku memang
bukan anak baik yang suka membantu orang lain. Aku mau membantumu karena
kebetulan aku mengenalmu” Caesar mengelak, I sangat jarang mendengar kata
terimakasih yang terdengar tulus seperti kali ini.
Lian membka dompetnya, mengeluarkan
beberapa uang “Berapa uangmu yang terpakai tadi?”
Caesar mendorong tangan Lian yang
terangkat untuk kembali turun. “Tidak usah. Aku tulus kok”
“Terima kasih”
“Kau mmbeli banyak softdrink, untuk siapa
saja?”
“Tidak. Semuanya untukku sendiri!”
“Kau tidak takut gemuk? Terlalu
banyak inum softdrink bisa membuat tubuhmu melar!”
Lian tersenyum tidak enak “Aku memang
sedikit gemuk. Tapi tidak masalah kalau bertambah gemuk sedikit lagi, habisnya
aku tidak tau lagi harus melakukan apa. Malam ini aku tidak tau mau kemana.
Mungkin ke taman sambil meminum semua minuman itu”
“Ke taman? Aku boleh ikut?”
Lian memandang Caesar heran lalu
mengangguk dengan ekspres agak ragu. Selanjutnya tidak banyak yang mereka lakukan,
hanya berjalan santai menuju taman. Padahal seharian tadi Caesar sudah bermain
main di taman, seorang diri tentunya, ia bolos sekolah.
Meskipun malam hari, suasana taman
tidak jauh berbeda dengan siang hari. Masih ramai, hanya jika siang ramai dengan
anak anak tapi sekarang banyak anak seusia mereka yang datang. Caesar duduk di
samping Lian sambil meminum kopinya seteguk demi seteguk. Lian duduk dengan
sopan, rambutnya yang lurus dan ringan tertiup angin, ia menyeka ejumput rambut
yang menutupi matanya lalu mengambil sekaleng softdrink dan meminumnya.
“Kakak sedang apa di Bandungan?”
tanya Caesar
Lian memandangnya “Aku?”
“Siapa lagi yang bersamaku? Bukannya
seharusnya kakak berada di asrama sekolah ya?”
“Aku sudah keluar dari asrama sekolah
sebulan yang lalu. Aku sekarang tinggal di rumah kos” katanya malu malu
“Keluar? Kenapa?”
“Aku tidak betah berada di sana, jadi
aku memutuskan untuk keluar!”
Caesar menyunggingkan sebuah senyum
samar. Bukannya dulu dia pernah berkata bahwa lebih baik tinggal di asrama
daripada dirumah orang tuanya.
“Lalu apa orang tua kakak tau?”
“Jangan panggil aku kakak! Panggil
saja aku Lian”
“Oke, Lian. Apa orang tuamu tau?”
Caesar mengulangi pertanyaannya.
“Tidak, mereka belum tau kalau aku
keluar dari asrama. Aku menggunakan uang tabunganku untuk menyewa kamar kos.
Tapi besok pagi aku harus pulang ke rumah, rumahk dekat dari sini!”
“Mengapa baru besok, bukannya leih
baik malam ini? Lalu setelah ini kau mau kemana?”
Lian meneguk lagi softdrinknya “Aku
akan di sini sampai pagi, lalu apa yang kau lakukan di Bandungan? Seingatku
rumahmu berada di Semarang!”
Caesar mengangkat sebelah alisnya
“Aku sedang liburan, sekolahku libur dua minggu” Caesar menjawabnya.
Lian mengangguk mengerti. Caesar
memandang Lian sekali lagi “Aku boleh disini juga? Menemanimu?”
“Apa?”
“Aku juga tidak ingin pulang. Kalau
kau akan berada di sini sampai pagi, aku akan melakukan hal yang sama.
Bolehkan? Kita bisa ngobrol sampai pagi” Caesar lalu memandang jam tangannya.
Empat jam lagi menjelang pagi. “Bolehkan?”
“Tentu saja. Jadi aku tidak harus
sendirian sampai pagi!”
Caesar lagi lagi tersenyum. Kopi yang
dipegangnya sudah habis dan dia mulai menjarah minuman kaleng yang ada dalam
kantong plastik milik Lian “Lian, apa yang akan kau katakana nanti di rumah
tentang keluar dari asrama?”
“Aku biasanya memang pulang pada
tanggal yang sama setiap sebulan sekali. Jadi rasanya tidak perlu mengatakan
apa apa lagi. Ibuku akan menganggapnya sebagai ritual biasa” Jawabnya.
“Bagaimana kabar Aron sekarang?”
Caesar mengangkat bahu “Begitulah,
Kak Aron masih sama seperti dulu”
***
“Kau sudah bangun?” Suara Lian
terdengar samar. Caesar membuka matanya dan menatap langit yang sudah berubah
menjadi putih, sudah pagi.
“Kau tidak tidur? Bangun semalaman?”
tanya Caesar.
Lian mengangguk, lalu tersenyum.
“Padahal aku sudah mium kopi” Caesar
mengeluh
“Masih ngantuk? Ikut aku ke rumah
saja, bagaimana?”
“Mana mungkin aku tidur di sana!”
“Aku tidak menawarkanmu tidur
dirumahku. Aku menawarkan secangkir kopi buatan rumah. Dijamin lebih jitu unuk
menahan ngantuk dibanding dengan kopi kalengan yang kau beli semalam”
“Kau juga suka kopi?”
“Aku? Tidak, tapi ayahku suka dan aku
selalu membuatkan kopi untuknya!”
“Aku juga tidak begitu suka. Tapi aku
mau mencicipi secangkir kopi buatan rumah!” Caesar menggosok gosok tengkuknya,
kepalanya terasa sakit. Badannya juga sakit karena semalaman ia tidur di bangku
taman. Ia tidak terbiasa tertidur seperti ini, biasanya ia tidur di tempat yang
empuk. Secangkir kopi yang ditawarkan Lian mungkin akan sedikit membantu
menghilangkan rasa kantuknya, setelah itu ia akan meminta Ryan, anak pamannya,
untuk menjemputnya. Ini hari minggu dan Ryan pasinya libur.
“Baiklah, aku menerima tawaranmu.
Tapi apa kau tidak membawa barang barang lai selain tasmu?”
Lian menarik tasya. Sebisa mungkin ia
berdiri dengan tangkas dan Caesar mengikutinya. Perlahan lahan mereka berjalan
menuju rumah keluarga Lian yang tak begitu jauh. “Semua pakaianku kutinggal di
kos kosan. Selama ini aku tak pernah membawa banyak barang ke rumah. Jika aku
membawanya pulang, ibuku pasti curiga!”
“Berapa lama kau akan tinggal di
Bandungan?”
“Biasanya hanya dua hari. Tapi
berhubung minggu ini adalah masa UN anak kelas 12, aku akan tinggal di sini
seminggu!”
“Ini rumahku, silahkan masuk!”
Lian tersenyum kepadanya. Bahkan
senyumnya sangat manis. Gadis itu benar benar memiliki wajah yang sangat
cantik, nyaris sempurna. Caesar membayangkan jika saja Lian adalah kekasihnya.
Secepat mungkin Caesar mengembalikan kesadarannya.
Caesar bertamu terlalu pagi, ia
sampai diaak sarapan bersama keluarga Lian yang ramah tamah. Atmosfer
kekeluargaan di rumah yang sangat kental membuat Caesar betah berlama lama di
sini. Ia sudah lama tak merasakan seperti ini. Semenjak ibunya meningal
semuanya jadi kacau balau. Bahkan hampir tidak ada kata makan bersama dalam
keluarganya karena Aron tinggal di asrama sekolahnya yang terletak di Surabaya,
sedangkan ia berada di Magelang. Seandainya Caesar memiliki rumah yang seperti
ini, aka dia akan selalu mengeluh ingin pulang ke rumah. Dia tidak akan
berfikir untuk pergi ke Magelang, tidak akan betemu Ivea, tidak akan merasakan
perasan cinta dan tidak perlu menanti dalam penderitaan seperti sekarang.
“Ini kopi buatan rumah, selamat
menikmati!” Lian meletakan secangkir kopi panas di meja ruang tamu, dimana
Caesar dedang duduk bersantai saat ini. Ayahnya sudah pergi beberapa menit yang
lalu dan ibunya sedang sangat sibuk di dapur. Ian duduk di sofa yng
berseberangan dengan Caesar sambil memandanginya menyeruput kopi dengan nikmat.
Sesaat kemudian, ponsel Caesar berbunyi dan Ryan sudah menunggu di depen rumah.
Caesar tadi menelponya dan Lian memberitau alamatnya.
“Dia sudah menjemput?” tanya Lian
saat Caesar memandangi ponselnya.
Caesar menganggk dan menyerupu
kopinya sebanyak mungkin. “Aku pulang dulu ya? Kopinya sangat enak. Aku harap
bisa menikmatinya lagi di lain waktu. Terima kasih untuk semuanya dan salam
untuk ibumu. Sampai jumpa!”
Lian mengantarkan Caesar sampai
kedepan pintu.
***
“Bagaimana kau bisa sampai di
rumahnya?” tanya Ryan. Caesar bersandar pada bangkunya. Meskipun ia masih
merasa lelah, ia tak lagi merasa ngantuk. Kopi buatan rumah karya Lian
sangatlah mujarab. “Aku bertemu dengannya di Alfamart tadi malam. Dia kehilangan
dompet dan aku membantunya mencari!” Jawabnya.
Ryan kembali berkonsentrasi dengan
jalan dan arah tujuannya. Tapi pikiran Caesar masih tertuju pada mantan kakak
kelasnya itu. “Apa kau mengenalnya? Dia adalah mantan kakak kelasku di SMP. Dia
bercerita saat ini ia keluar dari asrama, padahal dia dulu bilang lebih nyaman
tinggal di asrama sekolah daripada di rumah keluarganya”
“Kau sedang member tau atau
bertanya?” Ryan menanggapi ucapan Caesar dengan nada biasa. “Kalau kau member
tau, aku sudah tau. Tapi kalau kaubertaya apa sebabnya aku juga tau”
Caesar menoleh danmemandangi Ryan
yang menatap lurus ke depan. “Tau? Apa alasannya?”
“Ada sebuah kasus. Liana terlibat
skandal dengan kakak kelas 12. Pacar kakak kelas itu adalah teman sekelasku
yang juga satu asrama dengannya, dia mengira Liana selingkuh dengan pacarnya.
Karena aku mengenal Liana, aku mencoba bertanya padanya dan Liana menjawab itu
semua benar. Aku hampir pingsan saat itu”
“Tidak mungkin. Dia bukan wanita yang
seperti itu kan?”
“Tentu juga aku bereaksi sama
denganmu. Jadi aku menyelidikinya, dari seorang teman dekatnya aku mendapat
cerita kalau kakak kelas itu, Raka Riski dan Liana memang memiliki hubunan
khusus jauh sebelum Raka masuk SMA, lebih tepatnya saat Liana baru kelas satu
SMP dan Raka kelas dua SMP. Mereka berpisah karena Raka bersekolah di Salatiga
dan memilih untuk berasrama dan mereka masih berhubungan lewat BBM. Bahkan
Liana tidak tau kalau Raka sudah punya pacar. Bisa kau bayangkan bagaimana
perasaannya sat itu? Pacarnya Raka tiba tiba datang dan melabraknya, bahkan dia
terus menerus mengganggu Liana. Itulah yang menjadi penyebab Liana tidak betah
di asrama sekolahnya.”
Caesar terkesiap. Dia di khianati dan
sekarang memilih untuk menderita? Lian melarikan diri dan Caesar tau bagaimana
perasaannya. Perasaan yang sama dengan yang ia rasakan sekarang. Tapi yang
wanita itu alami jauh lebih kejam di banding dirinya. Tidak banyak orang yang
tau tentang dirinya dan Ivea, tapi sangat banyak orang mengetahui masalah Lian.
Caesar bisa membayangkan bagaimana saat teman teman Lian bergunjing di belakang
saat Lian sedang berjalan lewat di depannya dan bagaimana ia harus menahan
sendiri bisik bisiksemua orang tentang dirinya.
“Lalu bagaimana?” Caesar melanjutkan
obrolannya dengan Ryan.
“Aku menceritakan cerita yang
sebenarnya pada pacar Raka, kalau Liana juga tidak tau apa apa. Dia dahkan
tidak tau kalau Raa sudah punya pacar. Dia juga korban dan bodohnya Liana tidak
menyalahkan Raka sama sekali.”
“Kenapa bisa begitu? Dia seharusnya
bisa lebih cerdas dalam bersikap! Bukannya malah jadi bodoh begitu!”
“Kenapa emosi?” Ryan memandang Caesar
sambil mengerjapkanmatanya beberapa kali “Cinta bisa menghilangkan benci kan?”
Caesar terpaku. Ivea juga begitu. Dia
tidak marah saat Revi mempermalukannya, tapi dia marah saat Caesar memintanya
melupakan ciuman yang hanya diketahui mereka berdua. Cinta yang menyebabkan itu
semua.
“Pacarnya Raka tidak terima karena
dngan kata lain cerita itu malah menyiratkan kalau dialah yang merebut Raka
dari Liana. Pulang sekolah besok mungkin Liana akan kembali di datangi pacarnya
Raka, semacam labrak-melabrak gitu!”
Besok siang? Caesar menghela nafas
berat. Wanita baik baik mendapat cobaan besar sekarang. Apa yang harus ia
lakukan untuk membantunya? Caesar merasa kalau dia dan Lian mengalami
penderitaan yang sama. Ia mengerti bagaimana rasanya karena ia juga memiliki
rerasaan itu dan tau apa yang dibutuhkan Lia sekarang. Saat ia menderita, tak ada seorang pun yang membantunya. Caesar
hanya selalu berusaha membantu dirinya sendiri meskipun ia sangat butuh
bantuan. Lian pasti juga beitu, ia pasti butuh bantuan sekarang, tapi gadis itu
memilih untuk membantu dirinya sendiri dengan melarikan diri seperti yang
Caesar lakukan sekarang.
Rumah bergaya minimalis milik
keluarga Ryan terbuka lebar. Caesar segera urun dari mobil dan lari menuju
kamarnya dan mengabil sebuah buku agenda di dalam tasnya. Ia kembali mengamati
jadwalnya untuk besok. Besok, ia akan datang membantu teman yang senasib dengan
dirinya. Semoga dengan membantu Lian bisa mengurangi penderitaan dalam hatinya,
penderitaan karena sebab yang nyaris sama, menjadi orang ke tiga dalam hubungan
orang lain.
***
Caesar menggerutu mencari Coffee Shop
terdekat dengan agak terburu buru. Dia menyesal karena tidak pernah menanyakan
secara detail kepada Ryan mengenai lokai labrak-melabrak itu. Kepalanya
berusaha mencari cari dengan mmadang sekeliling dan akhirnya ia menemukanya.
Sebuah Coffee Shop sederhana itu memperlihatkan Lian yang terduduk lewat jendla
kaca anti pecahnya yang bening dan lebar. Ryan duduk disebeahnya dan
dihadapannya ada seorang laki laki dan perempuan yang seumuran dengan mereka.
Apakah dia sudah di tindas habis
habisan? Bisik Caesar. Seharusnya Caesar bisa masuk, tapi ada sebuah rasa ngeri
tebesit. Caesar takut membuat kesalahan karena tidak mengetahui situasinya
sekarang. Bagaimana ia harus bersikap setelah di sana, apa yang harus di
katakannya, Caesar sama sekali tidak bisa menemukan bagaimana ia harus bersikap
anpa mengetahui apa apa. Ia hanya mengetahui segelintir ceritanya dan bertekad
untuk ikut campur. Caesar mengambil ponselnya dan mulai menghubungi Ryan. Dari
tempatnya berdiri sekarang, ia dpat mlihat perhatian orang orang itu teralih
kepda bunyi dering ponsel Ryan, laki laki itu permisi dan menjauh, lalu
mengangkat telpon dari Caesar.
“Ada apa?” Ryan menjawab, pura pura
tidak tau padahal Caesar sudah menceritakan rencananya pada Ryan meskipun Ryan
belum setuju.
“Bagaimana keadaannya di sana
sekarang?”
“Liana belum menjawab satu pertanyaan
pun. Semua orang hampir putus asa kecuali Raka yang terlihat sangat senang
dengan itu. Kau jadi melakukannya? Kau tidak ka marah marah kan?”
“Tentu saja aku tidak akan merusak
ketampananku dengan marah marah!”
“Kalau gitu masuklah sebelum aku
kembali ke tempat duduk, aku idak mau mereka mengira bahwa kau adlah suruhanku
sampai kau berada di sana, aku akan terus berpura pura menelpon.”
Caesar mematikan ponselnya. Ia
berusaha meangkah sleba mungkin dan dengan ritme secepa mungkin dan melewati
Ryan yang pura pura tak mengenalnya. Lian disana, terlihat seperti gadis yang
luar biasa. Dia menahan semua emosi yang kini mungkin sudah meluap luap di
puncak kepalanya yang menunduk di bawah intimindasi pacar Raka. Banyak orang
yang menjadikan caci maki itu sebagai tontonan yang menarik, tapi orang yang
cerdas pasti sudah tau mana yang pemenang dan mana yang pecundang.
“Coba katakana, kenapa kau diam
saja?” Pacar Raka yang bergaya luar biasa itu mengamuk dengan suara tinggi. Ia
memandang lian dengan pandangan jijik “Kau mengatakan pada semua orang kalau
aku yang merebut Raka darimu kan? Katakan!”
Caesar benar banar sudah dekat, ia
melihat Lian sudah mengepalkan tangannya di pangkuan. Lian bukanlah gadis
lemah, dia tidak meneteskan sebutir air mata pun dalam mediasi yang kacau balau
ini. Caesar berdehem lalu memandang Lian dalam dalam “Iya katakanlah semuanya!”
Lian mengangkat kepalanya dan menoleh
pada Caesar dengan tatapan yang terkesima. Dia terkejut, ditandai dengan bola
matanya yang membesar. Caesar duduk di sebelahnya dan mendapat respon sengit
dari pacar Raka.
“Kau siapa?”
“Aku? Kau tidak sedang ingin
berkenalan denganku kan?” Caesar membalas respon buruk itu dengan tak kalah
galaknya. Sesaat kemudian pandangannya beralih kepada Lian dan bicara kepadanya
dengan nada yang manis “ Sekarang bagaimana? Katakana sesuatu!”
“Aku harus mengatakan apa?” Lian
berbiara dengan nada yang sangat pelan. Caesar tersenyum puas, setidaknya Lian
mau bicara.
“Apa yang kau dengar tentang
Anindhita Liana Sera?” pertanyaan Caesar tertuju pada pacar Raka.
“Tentu saja tentang perselingkuhannya
dengan Raka. Aku sudah lama mencurigainya dan aku meminta bantuan teman
sekamarnya untuk menyelidikinya. Dia sering berhubungan dengan Raka, dia
menyukai Raka.”
“Sekarang jawab, benarkah?” Caesar
memandang Lian sekali lagi. Gadis itu tidak menjawab “Benarkah? Jawablah!”
“Aku….” Lian berhenti, ia menelan
ludah menyiapkan kata kata berikutnya. “Aku memang menyukai Kak Raka….”
“Kau!” wanita itu berseru memotong
ucapan Lian dengan galak, ia mengangkat cangkir kaca yang ada dihadapanya dan
mengguyur Lian dengan kopi di dalamnya “Mengapa tidak bicara dari tadi?”
Caesar kesal. Ia merampas cangkir itu
dan membantingnya ke lantai sehingga bunyi pecahan kaca membahana. Beberapa
orang yang bercakap cakap dan yang berbisik bisik menjadi diam dan menatap
Caesar dengan terkesima. Caesar puas dengan dirinya hari ini. “Bagaimana
seorang gadis terpelajar seerti anda melakukan perbuatan hina semacam ini?
Apakah orang tua anada tidak pernah mengajarkan tata karma? Apa mungkin inilah
yang ditanamkan orang tua anda? Dia diam karena tiak ingin memperlihatkan
kehinaan anda di depan orang banyak!”
Wanita itu sudah membuka mulutnya
hendak melawan, tapi pacarnya berusaha meredakan emosinya dan membujuknya untuk
kembali duduk. Pada akhirnya dia tau bahwa dia sudah berperilaku tidak pantas
dan sebaiknya dirinya tidak mengulanginya lagi. Duduk dan diam adalah pilihan
yang tepat
“Lian, lanjutkan!” Caesar kembali
berbicara dengan Lian dengan lembut. “Kau masih bisa kan?”
Lian menyeka wajahnya yang basah lalu
mengangguk, ia kembali menyiapkan kata katanya dan kembali berbicara dengan
nada yang sama seperti tadi. “Aku minta maaf sebelumnya. Aku memang sudah
melakukan kesalahan dengan mencintai pacar orang. Aku memang pernah
menghubunginya lewat telon dan pergi bersama beberapa kali”
“Sekarang apa yang nggin kau tanyakan
lagi?”
Wanita itu memandang Lian dengan
pandangan yang lebih sabar meskipun belm bisa menyembunyikan kebenciannya
seluruhnya, itu ditunjukkan dengan kata kata bernada sinis yang keluar dari
mulutnya “Kau bilang kau akan merebut Raka dariku, benar?”
Ryan sudah kembali dan duduk di satu
satunya bangku ang tersisa. Ia mengamati dengan baik semua yang terjadi tadi,
sekarang yang ia lakukan hanyalah menyimak dan sedikit tergerak saat mendengar
pernyataan teman sekelasnya. Pernyataan itu hanya memiliki satu jawaban dan
Lian tak ingi mengatakan satu kata apa pun karena itu akan memperburuk suasana.
“Fella, kau dapat kata kata itu dari
mana? Aku hanya mengatakan padamu kalau Lian dan Raka sudah memiliki hubungan
jauh sebelum kalian jadian dan itu adalah hasil penyelidikanku, bukan kata kata
darinya. Salah ucapan bisa memperburuk keadaan”
Caesar tersenyumdan wanita itu
terdiam. Ia bersuara kembali dengn kata kata an lebih sopan “Bagaimana kau bisa
menyimpulkan kata kata seperti itu? Apa pacarmu yang mengatakannya? Dia membela
diri dengan cara apa? Apa yang dikatakannya saat membela diri?”
Raka membulatkan matanya. Sekarang ia
di serang dan pasti dia juga ingin menyerang. Tapi ia malah meilih untuk diam.
Caesar yakin pacarnya, Fella, sudah tau tentang apa yang terjadi sebenarnya. Wanita
itu pasti sudah menyadari kesalahan Raka sehingga tak sepatah katapun keluar
dari mulutnya unuk menjawab pertanyaan Caesar.
Caesar menghela nafas, semuanya harus
berakhir sekarang. “Baiklah, sekarang ambil jalan tengahnya saja. Raka kau
harus memilih antara Liana tau Pacarmu!”
Sebuah suara berdehem dengan tegas
keluar dari mulut Ryan. Ia memandangi semua oang satu ersatu sebelum bicara.
“Kita mengadakan pertemuan di sini untuk menyelesaikan semua masalah secara
baik baik. Jadi Kak Raka, kedua wanita ini sama sama menganggapmu orang
penting. Jadi sebaiknya kau putuskan sekarang juga, siapa yang kau pilih.
Tolong jawab!”
Raka memanang Lian sejenak dengan
tatapan misterius lalu beralih kepada pacarnya. Kemudian ia bekata dengan suara
sengit. “Tentu saja aku memilih Fella. Aku jadian dengannya karena aku
menyukainya dan perempuan ini hanya mengaku ngaku saja. Aku harap semua masalah
selesai sampai di sini dan kita tidak perlu bertemu lagi”
Mata Caesar terbelak. Caesar tau
walau bagaimana pun Lian adalah sosok yang pada akhirnya tetap akan
ditinggalkan. Raka tetap tidak akan memilih Lian karena ia tetap harus menjaga
perasaan pacarnya. Sebagai seorang berakal, mempertahankan hubungan adalah
pilihan terbaik. Tapi alangkah manisnya bila laki laki yang kelihatannya sangat
bermartabat itu bisa mengeluarkan kata kata yang lebh sopan sebelum ia beranjak
dan membawa pacarnya pergi.
***
Untuk perama kalinya Caesar melihat
Lian meneteskan air mata. Air mata itu keluar tak lama karena Lian langsung
menyekanya. Ia berusaha membersihkan pakaiannya yang dikotori kopi dengan sapu
tangan yang di ambilnya dari dalam tas. Tas yang sama dengan yang kemarin.
“Semuanya berakhir” ia berkata pelan
Caesar masih memandanginya “Kau
merasa lega?”
“Tentu saja”
“Bohong!”
Mendengar ucapan Caesar itu, Lian
mengangkat wajahnya dan berbalas menatap Caesar “Lian berhentlah menjadi orang
yang sok baik! Jujur dengan dirimu sendiri apa yang kau inginkan sekarang. Apa
yang kau rasakan saat Raka mengeluarkan kata kata terakhirnya tadi?”
“Semua sudah bisa di duga. Aku tahu
kalau pada akhirnya semua akan seperti ini”
“Kau terlalu kuat untuk engeluarkan
air mata. Tapi adi aku jelas jelas melihat itu meskipun kau menyembunyikannya.
Kalau ka uterus seperti ini, kau bisa bisa sakit. Menupuk petasan dalam satu
ruangan bisa mengubahnya menjadi bom yang akan menghancurkan satu kota.
Sekarang katakana padaku bagaimana perasaanmu! Kau mau jujur padaku kan? Aku
benar benar manganggapmu seperti seorang kakak, jadi jujurlah padaku seperti
yang seharusnya dilakukan oleh seorang saudara!”
Lian berhenti bergerak, ia menggengam
sapu tangan yang ada dipangkuannya dengan kedua tangan erat erat lalu bicara
dengan nada yang pelan “Aku sakit hati. Tentu saja, aku manuia normal yang
meraa sudah di hina dan di tipu. Aku benar benar mencintainya. Tapi dia
berhubungan dengan perempuan lain tana memberitahuku, memiarkan aku terus
berharap. Sekarang dia sendiri yang turun tangan memberikan kata kata kasarnya
untuku. Tapi aku tidak bisa apa apa untuk…..” kata katanya terhenti. Lian
menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Sapu tangan yang tadi di
genggamnya tertinggal begit saja di atas pangkuan.
Lian menghapus air matanya dan
kembali berpura pura menjadi gadis yang hebat. Ia mengemasi barang barangnya
dan memberikan senyman kepada Caesar. “Terima kasih untuk hari ini” dan dia
kelua dari Coffee Shop dengan kepala tertunduk. Semua orang memandanginya dan
Caesar juga. Tapi Caesar tidak aka terlena begitu lama karea ia segera
mengejarnya dan mengiringi langkah Lian sampai akhirnya gadis itu duduk di
halte. Dia tidak berbicara sepatah kata pun.
“Lian, kau tak ingi mengatakan apa
apa agi?” Caesar berusaha membujuknya.
Lian hanya mengeleng.
“Kalau begitu ikut aku ke Magelang,
pindah sekolah.” kata Caesar dengan keyakinan penuh, Lian memandaninya dengan
tatapan tak percaya “Kau mau kan?”
“Magelang?”
“Iya, kau mau kemana lagi? Dalam
sekejap masalah di Coffee Shop tadi akan menyebar dan menjadi topic pembicaraan
hangat di sekolahmu. Belum lagi Fella yang bisa saa menyalahkanmu saat bergosip
ria dengan teman temannya. Semua orang di sini akan membuatmu menundukkan wajah
setiap kali melihatmu berjalan sampai akhirnya kau mengurung diri di dalam
kamar dan lama kelamaan menjadi orang gila yang suka berbcara sendiri.” Caesar
menghentikan ucapannya. Sebuah tawa ringan muncul di bibir Lian meskipun hanya
sekejap.
Lian menggeleng tidak yakin. Ia
mungkin tetap akan di sini “Aku…”
“Bagaimana bila ku katakana kita bisa
membalas semua sakit hatim dengan ini?” Caesar memoong ucapan Lian lagi. Lian
memandangnya dengan kening berkerut “Aku akan membantumu melupakan Raka dan
mengubahmu menjadi wanita yang seperti yang diinginkan kebanyakan laki laki.
Kau bisa membuat Raka tergila gila padamu dan setelah itu kau bisa membuangnya,
mencampakannya, menghinanya seperti yang dilakukan padamu saat ini!”
“Kenapa?” Lian memandangi Caesar
dengan tatapan penuh tanya. “Kenapa kau melakukan semua ini?”
Caesar berdehem pelan lalu memandang
Lian dengan penuh keyakinan “Karena aku juga punya masalah yang mirip denganmu.
Tapi aku masih menunggu sampai sekarang sedangkan penantianmu sudah berakhir
beberapa saat yang lalu”
***
Lian
terpaku menatap dirinya di cermin. Sebuah blouse bermuansa merah hitam yang
terbuat dari bahan cotton spandex di kenakannya dengan sangat tidak percaya
diri. Ini bukan dirinya, sama sekali bukan. Lian tidak akan menggunakan bahan
setipis ini untuk dirinya, tidak pernah membiarkan bahunya terbuka dan tidak
nyaman kalau harus membiakan pahanya tertiup angin begitu saja. Ia seperti oran
yang berbeda dan ini semua karena Caesar. Lian menghela nafas.
“Lian, bagaimana? Kau sudah
memakainya? Kalau sudah cepatlah keluar, aku ingin melihatnya”
Suara Caesar terdengar jelas dari
balik tirai fitting room dimana Lian berdiri sekarang. Perlahan ia mnyembulkan
kepalanya keluar sambil memegang tirai erat erat. Caesar memandangnya dengan
pandangan heran.
“Kenapa?” tanya Caesar
“Aku tidak percaya diri”
“Kenapa? Itu buatan Sheryl dan dia
akan kecewa kala kau seperti itu, tidak percaya diri saat menggunakan rancangan
seseorang sangat menyinggung perancangnya”
“Bukan begitu, bajunya bagus, hanya
idak pantas untukku”
Caesar mengangkat sebelah alisnya, ia
menoleh kepada seorang wanita yang berdiri di belakangnya, wanita yang
berpenampilan sangat modern tapi santai itu bernama Sheryl. Ia tidak kelihatan
tersinggung seperti yang sudah Caesar katakan. Sheryl tidak begitu peduli.
“Pakaian tergantung siapa yang
memakainya. Kalau pemakainya saja tidak percaya diri maka tidak akan menjadi
bagus” wanita itu ikut berkomentar. Ia berjalan mendekati Lian difitting room
lalu kembali berujar “Apa yang membuatmu tidak percaya diri? Bolh aku masuk?”
Lian menghela nafas lalu mengangguk.
Selanjutnya seluruh badannya di pandangi oleh Sheryl dengan cermat sesaat
kemudian ia kelua dari fitting room dan kembali membawa sesuatu. Sebuah kotak
pipih berwarna hijau zaitun di sdorkan kepada Lian diiringi sebuah senyum yang
sejak tadi tidak tampak. Akhirnya Sheryl tersenyum kepadanya, Lian bisa merasa
sedikit lebih lega lalu mengambil alih kotak itu dan membukanya. Sebuah bra?
Sheryl membuat keningnya berkerut.
“Apa ini?”
“Apa lagi? Masa tidak tau? Ini bra
Lian! Proporsional bra yang bisa meningkatkan kepercayaan diri seorang
perempuan. Ini juga bisa membuatmu terlihat lebih langsing. Pakailah dulu,
kalau sudah selesai panggil aku di luar. Oke?”
Sheryl keluar dari fitting room
dengan meninggalkan keheranan di batinnya. Sedangkan Caesar, ia masih menanti
dengan tudak sabar. Untuk mengenakan sebuah pakaian saja ia harus menunggu
selama ini. Lian begini bukan karena ia tidak tangkas, tapi karena gadis itu
sedang tidak percaya diri. Caesar sendri heran dngan sikapnya terhadap Lian,
mengapa ia berusaha mengubah Lian mnjadi sorang yang diinginkannya? Anindhita
Liana Sera sudah mmiliki gayanya sendiri selama ini, tapi belakangan gadis itu
menjadi orang yang berbeda dai dirinya yang dulu. Caesar memejamkan mata an
berfikir, Lian dalah teman yang paling mengerti dengan perasaanya sekarang,
kaerna mereka memiliki masalah yang hampir mirip. Kita tidak akan pernah
mengerti bagaimana perasaan seseorang kecuali kita pernah mengalami masalah
yang sama kan? Itu motivasinya. Caesar meyakini dengan sepenuh hati kalau
dirinya tidak memiliki motivasi lain.
“Caesar, kau sudah siap melihatnya?”
Suara Sheryl mengagetkan Caesar,
matanya yang tadi hanya berisi pandangan kosong memandang berkeliling mencari
Sheryl tapi wanita itutidak ada di butiknya. Sebuah grasak grusuk yang
menyebabkan tirai ftting room bergoyang goyang membuat Caesar sadar kalau
isinya tidak hanya satu orang. Suara Sheryl pasti berasal dari dalam sana.
Caesar menahan nafas begitu tirai di buka, ada orang lain lagi di sana. Tidak,
masih Lian tapi berbeda dengan dia yang biasanya. Terlihat mewah seperti Salsa,
cantik seperti Yoona, da malu malu seperti Ivea. Caesar menghmbuskan nafas
berat. Ia mengingat Ivea lagi.
“Aku merasa aneh!” bisiknya. Lian
menggoyang goyangkan lengannya yang di tutupi Rib ketat berwarna hitam lalu
menyembunyikan kedua tanganya di balik tubuhnya. Kaki yang selalu ditutup rok
penjang seragam sekolahnya itu ternyata cukup panjang dan indah. Tubuhnya yang
kelihatan agak gemuk ternyata bisa membuatnya terlihat lebih istimewa. Pipi
chubby, dan tubuhnya yang berlekuk jelas seperti gitar spanyol itu membuat Lian
terlihat lebih sempurna.
Caesar tersenyum puas. Sheryl
menambahkan sandal tunik dengan bebatuan berwarna hitam dan berhak datar. Lian
terlihat lebih santai.
“Lian, kau tidak aneh!” gumam Caesar
“Kau terlihat sangat cantik”
Lian tertawa dengan gaya unik, ia
menggoyangkan kepalanya untuk memandang kea rah lain sambil menggigit bibir
bawahnya yang brwarna merah pucat. Dia sedang malu malu. Tidak perlu pakai make
up, bahkan dengan keadaan Lian yang apa adanya pun ia sudah terlihat sangat
cantik.
“Kalau begini kau siap ku bawa ke
Magelang besok”
“Aku belum bilang kalau aku setuju
dengan itu!” Lian membantah. Ekspresi malu malunya sirna setiap kali Caesar
membahas itu. “Aku tidak bisa ke sana, setiaknya aku harus mengurus
kepindahanku dulu. Lagi pula aku juga belum bertanya pada orang tuaku apakah
mereka mengizinkan aku pindah ke Magelang atau tidak!”
Caesar tertawa “Ikut aku ke Magelang
besok bukan berarti harus pindah besok. Kita kesana hanya untuk jalan jalan.
Lagi pula sekolah kan libur untuk beberapa saat, anak kelas dua belas lagi
ujian kan?” Caesar kemudian mengambil tas Lian yang berada di atas meja yang
sedari tadi di sandarinya kemuian menggenggam tangan Lian erat erat “Ayo, hari
ini kita jalan jalan spuasnya!”
“Hey!” Sheryl berteriak “Bagaimana
dengan pakaianmu Lian, yang tertinggal di fitting room?”
“Buang saja!” jawab Caesar. Ia
menoleh kepada Lian yang melotot kepadanya. Wanita itu mengembungkan pipinya
seperti balon kerena kesal terhadap perlakuan Caesar terhadap pakaiannya
“Kenapa?”
“Kenapa harus di buang? Aku masih
bisa memakainya lagi!”
“Tidak usah, kau tidak perlu
memakainya lagi. Dengan pakaian itu kau terlihat seperti anak culun yang kutu
buku. Pantas saja Raka mmilih Fella. Ditambah lagi dengan model kaca matamu
ini, lepaskan saja kaca matanya. Kita beli yang baru, yang lebih cocok dengan
bentuk wajahmu!”
“Lalu kapan kau akan membayar
semuanya?” Sheyl berteriak lagi
“Pasti ku transfer secepatnya” jawab
Caesar “Berhentilah berteriak, aku masih ada di dalam butikmu. Kalau sikapmu
seperti ini pada pelanggan, semua pakaianmu tiak akan laku” Caesar
mengembangkan senyumannya lalu menyeret Lian untuk pergi bersamanya.
Lian berusaha membungkukkan badannya
dan mengucapkan terima kasih pada Sheryl yang lebih memili lambaian tangan
sebagai respon untuk menjawab.
***
Bahkan sampai saat ini
Aku masih memegang teguh rasaku
Meyakininya bahwa suatu saat akan
terbalas
Namun sampai saat ini
Tak ada satu tanda pun rasa ini akan
terbalas
(12 Januari 2017_Anisa)
Hari ini semuanya benar benar berbeda
dengan kemarin dan kemarinnya lagi. Tadi pagi pagi sekali Caesar melempar
sebuah kerikil kearah jendela kamar Lian dan memintanya untuk keluar dari kamar
dengan bahasa isyarat sederhana. Dan sekarang mereka sedang berjalan menuju
taman tempat mereka pertama kali pergi bersama.
Setiap kali mendengar Caesar
berbicara, Lian seolah olah merasa kalau Varin sedang besamanya. Caesar memiliki
gaya bicara yang sama dengan Varin. Meskipun begitu, Caesar lebih sopan bila di
bandingkan Varin, adik semata wayangnya itu. Karena itu Lian berusaha menyikapi
Caesar sebagai mana ia menyikapi Varin dan kelihatannya Caesar menikmatinya.
Caesar sangat mudah berdekatan dengan orang baru sedangkan Lian tidak. Tapi
laki laki itu berhasil membuat Lian merasa kalau ia dan Caesar seimbang, saling
mengisi, saling memahami, dan Lian tau alasannya; karena mereka punya masalah
yang hampir sama.
“Coba ceritakan tentang dia!” Lian
memandangi Caesar yan tiba tiba mematung setelah mendengar ucapannya. Laki laki
itu terus berbicara seharianseolah olah kepalanya adalah gudang data dan ia
tidak dapat melupakan satu momen pun yang perna terjadi dalam hidupnya. Caesar
menceritakan semuanya, kecuali masalahnya.
“Dia siapa? Dia yang sedang kau
tunggu? Dia yang membuatmu menanti sampai sekarang dan membuatmu ada di sini
beramaku danbenar benar membuatku lelah seharian. Kalian berteu di mana?
Wajahnya sperti apa? Apa kau punya fotonya?”
Caesar menggeleng pelan “Aku bahkan
tidak membawa satu pun fotonya untk ku perlihatkan pada mu. Aku an dia hanya
perna berfoto sekali untuk kepentingan brosur sekolah, dan aku sedang tdak
membawanya”
“Kenapa kau tidak mencoba bertanya
langsung keadanya, dia memilihmu atau orang lain yang membuatmu pergi melarikan
diri seperti ini? Seperti yang sudah kau lakukan pada aka waku itu. Apa harus
aku yang bertanya pada gadis itu?”
“Aku sama sepertimu. Sudah tau
keputusan akhirnya seperti apa. Aku hanya akan ditolak karena selama ini hanya
menjadi orang keiga di antara mereka berdua. Tapi aku tidak mau mendengar
penolakan, aku benci penolakan. Sebelum pergi aku memintanya untuk menemuiku
bila dia sudah yakin, saat bertemu dia boleh melakukan apa saja padaku. Tapi
ampir setengah tahun dan dia sama sekali tidak datang”
“Jadi menututmu tidak datang berate
tidak cinta?”
Caesar menutup matanya dengan jari
jari kedua tangannya. Ia menghirup udara sebanyak banyaknya dan menghembuskan
lewat mulut, terus bekali kali “Aku punya teman disana. Namanya Yoona. Yoona
bilang dia menanyakanku setiap hari pada bulan pertama, aku sangat senang san
terus berharap. Tapi sekarang tidak lagi. Dia kembali ke kehidupannya yang
semula tanpa aku. Masuk sekolah seperti biasa dan selalu bersama Revi, laki
laki itu”
“Kalau begitu kenapa masih berpikir
untuk menungu?”
Caesar mengangkat bahu lalu berbaring
di atas rumput. Ia merogoh tas Lian yangsedari tadi di bawanya, mencari cari
ponsel gadis itu dan mengotak atiknya.
“Nomor ponselmu berapa? Besok aku
akan menjemputmu. Hari ini kita batal ke magelang kan? Bagaimana kalau kita
berangkat besok lusa saja?”
“Kau kesepian ya?” Lian masih
melanjutkan pertanyaannya. Ia tau kalau Caesar sedang berusaha mengalihkan
pembicaaan tentang wanita yang entah sipa itu. Sampai sekarang Caesar tidk
menyebut nyebut nama gadis itu. “Kau kesepian makannya selalu engajakku pergi?”
“Kalau aku bilang iya, apa kau mau
menemaniku?” semuanya mendadak berubah mejadi serius. Caesar memandangi langit
yang mulai gelap sambil mendengarkan sebuah lagu yang diputar dari ponsel Lian
dengan suara tidak begitu keras. “Aku selalu sendirian, Li! Sejak dulu temanku
yang terdekat pun tidak pernah ada untuk bersamaku selama seharian penuh
sepertimu saat ini. Aku sudah terbiasa dengan sepi, jadi tidak usah khawatir”
“Aku tidk khawatir, kau terlalu hebat
untuk di khawatirkan orang sepertiku!” Lian tersenum untuk dirinya sendiri
kemudian mengambil ponselnya dari tangan Caesar “Sudah sore, aku mau pulang!”
“Aku antar ya?”
“Tidak usah! Aku bisa pulang sendiri.
Lagi pula rumahku kan dekat”
***
Hirup, hembuskan. Hirup, hembuskan.
Hirup hembuskan.
Caesar memandangi jendela kamar Lia
di lantai dua. Dia seda ketergantungan, sudah tiga hari berjalan Caesar selalu
melakukan hal yang sama, menanti ayah Lian keluar rumah di pagi hari dan masuk
setelah laki aki itu benar benar menjauh. Lian selalu mengatakan kepada Caesar
untuk meminta izin kepada orang tuanya bila mengajaknya pergi karena dia bukan
anak kecil yang mau di ajak kabur kaburan setiap hari. Maka Caesar selalu
berusaha melakukan itu tapi dengan seuah strategi, menemui ibunya karena ibu
lebih pengertian disbanding ayah dan selalu member izin meskipun dengan petuah
yang menggunung. Sedangkan dengan Tuan Rismono, Caesar sudah pernah di tolak
beberapa kali dan itu membuat Lian menertawakannya saat di telpon.
Hari ini Tuan Rismono tidak keluar
rumah. Caesar sudah memandani jam tangannya berkali kali dan waktu sudah hampir
siang. Ia mulai takut, gelisah, dan……entalah. Ia ingin jalan jalan lagi hari
ini meskipun selalu datang ke tempat yang sama, meskipun harus menghabiskan
banyak uang, meskipn haus jalan kaki sehinga kulitnya berubah agak gelap.
Caesar melempar sebuah kerikil ke jendela kamar Lian, tapi gadis itu tidak
membuka jendelanya seperti biasa. Ponselnya bordering nyaring, secepat mungkin
Caesar berusaha mengeluakannya kaerna takut keberadannya ketahuan bila ada yang
mendengarnya. Dari Lian
“Hay” jawab Caesar sambil berbisik
“Lian, kenapa kau tidak membuka jendela. Atau kau sdang tidak di rumah
sekarang?”
“Aku sedang tidak bisa keluar rumah
hari ini. Jadi kau pulang saja karena aku sedang di hukum!”
“Kenapa? Berapa umurmu sekarang
sampai sampai ayahmu menghukum putrinya tidak boleh keluar rumah. Bukannya kau
sudah tujuh belas tahun?”
“Ayahku sudah tau kalau aku keluar
dari asrama. Tapi aku tidak mengatakan sebabnya, dan dia marah besar karena
berfikir aku melakukannya hanya untuk bermain main denganmu saja”
“Apa?”
“Karena itu pulang lah! Datang lagi
besok”
“Bagaimana kalau aku kesepian? Aku
harus apa?”
“Kau bisa menelponku. Aku tidak bisa
kemana mana hari ini karena Ayah sedang menungguiku di depan pintu kamar. Walau
bagaimana pun aku ini tetap putri dari seorang ayah yang khawatir dengan
anaknya. Aku tidak bisa bertindak bebas sebebas yang ku inginan”
“Lalu bagaimana dengan rencana kita
ke Magelang”
“Aku belum pernah bilang aku akan
ikut, bodoh! Berhentilah bersikap manja seperti itu. sudah berapa umurmu
sekarang hingga ka uterus bermanja manjaan denganku setiap hari. Iangat kau
hampir enam belas tahun” terdengar suara tawa dari seberang sana, Lian
sepertinya senang bia membalas kata katanya meskipun ia berusaha
menyembunyikannya. Kemudian bunyi pitu di gedor terdengar nyaring, bukan hanya
dari telepon. Lian beu buru menutup telponnya dan Caesar tidak mendengar apa
apa lagi.
Ia mengetik sesuatu dan
mengirimkannya ke ponsel Lian dengan perasaan kecewa.
Aku akan disini menunggumu keluar
Seharian
(Delivered; Liana)
Caesar termangu, ia menunggu. Ia
hanya ingin melihat wajahnya hari ini. Tiga hari selalu bersama Lian dan
menghabiskan waktu bersamanya membuatnya merasa hampa kalau tidak melihat
wajahnya. Tiga hari bersama sejak pagi hingga sore bena benar sudah membuat
Caesar terbiasa dan menjadi tidak biasa bila tidak bersama dengan Lian.
Ponselnya bordering lagi, Lian membalas pesannya
Kenapa kau malah membuat dirimu
sendiri lehah?
Pulang saja sana
(Sender; Liana)
Caesar mendengus kesal. Besok ia
harus kembali ke Semarang dan dia berharap bisa melihat Lian untuk terakhir
kalinya sebelum ia sibuk dengan berbagai tugas sekolah yang menumpuk. Ia harus
segera menyelesaikannya dan tidak tau apakah waktu liburannya masih tersisa
untuknya kembali ke Bandungan lagi. Mungkin jika waktu liburnya mepet, ia tidak
akan pernah membawa Lian ke Magelang.
Aku besok harus ke Semarang
Buka jendelanya, biarkan aku
melihatmu
Sebentar saja
(Delivered; Liana)
Caesar mengirimnya lagi dan segera
mendapat balasan. Ia senang karena Lian membalas lebih cepat dari pada pesan
yang pertama tadi.
Aku tidak bisa
Ayahku mencurigai bunyi sekecil
apapun
Jendela kamarku akan berderit bila di
buka
Maaf
“Sender; Lian)
Kapan aka nada kesempatan? Ia sangat
ingin pergi dengannya sekali lagi hari ini tapi melihat wajahnya pun ia tidak
bisa. Caesar menghentak hentakkan kakinya keras keras. Ia mengambil batu
kerikil dalam jumlah yang banyak dan melempar jendela kamar Lian dengan
serangan beruntun. Tidak lama kemudian jendela terbuka, Tuan Rismono mencaci
maki Caesar sambil menjulurkan tangannya. Ia berusaha melempar apa saja yang
tidak terpakai. Beberapa buah buku mengenai kepala Caesar. Sebuah vas keramik
nyaris saja menghantam wajahnya jika Caesar tidak menghindar. Laki laki it
uterus seperti itu dan tidak mau berhenti jika Caesar tdak pergi. Caesar berusaha
memandang Lian di sana, di belakang punggung ayahnya. Gadis itu berusaha
menyembunyikan tawanya dan kemudianmendapatkan amarah yang sama dengan yang
Caesar dapatkan. Tuan Rismono memukul putrinya dengan sebah buku sehingga Lian
bergerak ke arah lain. Tak lama kemudian jendela itu tertutup lagi dan dalam
sekejap suasana gaduh tidak lagi terdengar.
***
“Sekarangbagaimana dengannya?” Caesar
bertanya dengan penuh harap. Ia berjalan menuju jendela kamarnya dan berharap
bisa menemukan ketenangan. Di sebelah telinganya, ponselnya menempel dengan
manis. Dia sangat mengaharapkan jawaban dari Yoona yang menjawab telepon dari
Caesar dengan nada yang biasa.
“Aku harus menjawab apa lagi? Masih
sama. Kau tidak mengizinkanku memberitahu apa apa kepada Ivea, jadi mereka
mungkin sdah malas lagi bertanya padaku tentang ini”
“Apa dia sama sekali tidak bertanya
tentangku? Maksudku tidak……..”
“Sudahlah” potong Yoona “Mau sampai
kapan kau begini? Kalau ingin tau tanyakan sendiri, dia pasti juga sedang
bingung, Caesar”
“Seharusnya dia tau kalau au
mencintainya. Aku sudah mencurahkan dalam segala bentuk, mana mungkin dia tidak
merasakannya”
“Pebuatan dan perkataan memiliki efek
yang berbeda! Kau masih mau berharap terus atau mencari kepastian?”
“Aku masih akan menunggu” jawab
Caesar “Sampai aku bosan!”
Jauh dari seberang sana suara Yoona
tedengar mengerang. Ia menutup telepn dngan kadar dan Caesar tau kalau gadis
itupasti sangat kesal. Nyaris selama setengah tahun Caesar selalu menelponnya
setiap hari untuk menanyakan keberadaan Ivea dan ia hanya alfa selama tiga hari
selama di Bandungan. Saat bersama dengan Lian, meskipun masih terkenag kenang
Ivea, Caesar bisa menaan diri untuk tidak membicarakannya. Caesar memandang
ranjangnya lalu merebahkan diri di sana. Ia menatap kamarnya dan teringat
dengan langit malam di tengah taman, teringat dengan rerumputan hijau, teringat
dengan kopi buatan rumah, teringat dengan Lian. Sudah empat hari ia berada di
Semarang dan kesibukannya benar benar menanjak sehingga ia tidak sempat
menghubungi Lian. Bagaimana dia sekarang?
***
Caesar menekan tuts ponselnya lalu
mendekatkan ponsel ke telinganya. Sebuah nada tunggu membuat jantungnya
berhenti berdetak dan itu cukup untuk membuatnya membatakan telponnya lagi. Ini
ke tiga kalinya dalam sehari ia berusaha menghubungi Lian karena beberapa kali
Lian tidak membalas pesannya. Poselnya juga jarang aktif dan selalu membuat
Caesar putus asa. Seseorang membuka pintu kamarnya, Aron masuk dan berbaring di
sebelahnya. Lama ia memandangi Caesar dengan tatapan penasaran tapi tidak
mengatakan apa apa.
“Kakak tidak keluar hari ini?” Caesar
memulainya, kaerna sepertinya Aron tidak akan pernah mau memulai.
“Caesar kau kenapa? Ada masalah apa?
Dari kemarin sore tidak keluar kamar sama sekali, tidak makan, minum, jangan
bilang kalau kau juga tidak mandi!”
“Biarpun aku tidak melakukan apa apa,
tidak mandi adalah hal yang mstahil bagiku!”
Aron mengangguk angguk dan
mengeluarkan ekspresi yang mengejek. Ia benar benar membuat Caesar kesal.
Caesar melangkah ke kamar mandi dan meninggalkan Aron sendirian di atas
ranjang. Caesar yang bersikap tidak biasa setelah pulang dari Bandungan kali
ini, sering kali membuat Aron cenggung mengajaknya bercanda seperti biasa.
Padahal Caesar adalah salah satu adiknya yang memiliki semangat paling tinggi
untuk mengganggunya. Aron selalu berusaha
memancing pertengkaran tapi tiada satu pun yang berhasil, Caesar sudah
membuatnya putus asa.
Aku mau tukar adik saja! Aron membatin. Ponsel Caesar bergetar, ia meninggalkan
ponselnya begitu saja di tempat tidur? Sunguh sebuah kesempatan yang langka.
Aron meraih ponsel yang tergeletak tak jauh dari tempat tidur dengan penuh
semangat. Sebuah pesan dari Liana? Aron memundurkan bibirnya curiga.
Ada apa? Kau baik baik saja?
Kau serius menelponku atau tidak?
Kenapa setiap kali ku angkat kau
tutup lagi?
(Sender; Liana)
Aron menggeledah ponsel Caesar dengan
lebih brutal, ia memeriksa semua folder an hanya ada pesan dari Liana di sana.
Siapa Liana ini? Tangan tangan mungilnya menelusuri lebih jauh lagi mengenai
siapa Liana ini dan menemukan satu folder yang membuatnya yakin akan menemukan
dari pertanyaan di lubuk hatinya itu. Folder bernama Liana itu memuat beberapa
foto yang di ambil secara diam diam dn beberapa ada yang di ambil dengan
sengaja. Foto foto yang menarik karena Aron mengenal wanita itu, meskipun
penampilannya sangat berbeda dengn yang biasa Aron lihat, Aron mengenalnya.
“Apa yang kakak lakukan?” Caesar mengeram
sambil memandangi Aron dan memasang wajah galaknya.
Aron memamerkan giginya karena
ketahuan “Caes, ini teman seangkatanku kan? Waktu dulu SMP. Kalian ada hubungan
apa? Liburan kemarin bersama sama ya?”
Caesar berusaha merebut ponselnya
tapi Aron dengan sigap mengelak. Sempat terjadi pergumulan beberapa saat tapi
Caesar akhirnya mengalah. Nafasnya yang terengah engah membuat Caesar kembali
berbaring di anjang dan menatap langit langit
“Caesar, kau benar benar bersama
Lian?”
“Kalau iya kenapa?”
“Wah, kenapa tidak megajakku? Aku mau
ikut kalau tau kau menghabiskan liburan di Bandungan bersamanya! Kau
memanggilnya langsung dengan nama? Dia pacamu?”
“Aku tidakberpacaran dengan dia, kami
hanya berteman”
Aron mendengus “Lalu kenapa liburan
bersama?”
“Bukannya kakak temannya Lian? Kau
sama sekali tidak tau kalau Lian tinggal di Bandungan?”
Aron melamun sejenak, ia berusaha
mengingat ingat tentang itu. aron memperlihatkan pesan dari Lian yang tadi di
bacanya pada Caesar “Kalau mengenai ini, jawabmu apa?”
Caesar memandang pesan itu dan
membacanya dengan ekspresi tak percaya, akhirnya Lian mengirim pesan untuknya.
Ternyata Lian selalu hampir mengangkat telponnya. Caesar semakin merasa malu
dan bodoh, dia tidak akan sangup bertemu dengan Lia karena hal ini.
“Jawab!” Aron mendesaknya “Kau sering
menelponnya, tapi menutupnya lagi sebelum diangkat, ada apa denganmu?”
Caesar menghembuskan nafas dengan
keras “Bagaimana ya? Aku bahagia kalau bersamanya. Dia membuatku ketergantungan
dengan keberadaannya, mungkin karena selama seminggu aku di sana, aku selalu
bertmu dengannya seiap pagi dan kami akan bersama seharian sampai menjelang
malam sebelum akhirnya kami berpisah. Dia tidak pernah membuatku mersa bosan,
aku tidak tau mengapa. Bahkan aku tidak perah begini dengan orang yang aku
cintai”
“Aku mengerti! Aku juga pernah begitu
padanya. Tapi tidak bertahan lama karena kami berpisah begitu lulus. Meskipun
masih berhubungan lewat telpon tentu tidak sama lagi, sahabat ya, sahabat. Tapi
sahabat tidak bisa bersama kita selamanya karena dia juga punya kehidupan
sendiri”
“Benarkah begitu?” Caesar bertanya
penasaran, ia bisa bernafas lega karena bisa mendapat jawaban dari penasaranya.
Semula ia fikir ia sedang jatuh cinta pada Lian, tapi mana mungkin begitu
sedangkan Lian tidak bisa membuatnya melipakan Ivea. Lian hanya mampu memberinya
kenyamanan yang menyebabkan rasa malangnya bersembunyi untuk sementara waktu.
Seandainya ia bisa merasakan perasaan nyaman itu selamanya pasti menyenangkan.
“Seandainya bisa bermain catur dengan
Lian setiap pulang sekolah seperti saat masa masa SMP dulu, pasi menyenangkan!”
Caesar mengerjapkan mata, kata kata
Aron yang senada dengan apa yang difikirkannya membuat Caesar duduk bersila di
atas tempat tidur sambil memandangi kakaknya yang berbaring di tempat
sebelahnya. “Apa tidak bisa kita seperti itu selamanya? Bersama dengan rang
yang membuat kita merasa nyaman bahkan rasaya lebih baik dibandingkan dengan
bersama orang yang kita cintai!”
“Tentu saja begitu. Bersama orang
yang kita cintai, hati kita akan sering bergolak. Janung berdetak lebih cepat dari
biasanya, cemburu kalau melihatnya bersama orang lain, merasa benci kalau di
lupakan. Kalau dangan orang yang membuat kita nyaman tidak begitu!”
Tunggu dulu, Caesar sering merasa
kalau jantungnya berdegup kalau melihat sesuatu yang berbeda dari Lian, saat
menelponnya juga begitu. Apa iu semua berarti cinta? Mana mungkin begiu. Sekali
lagi, bila ia mencintai Lian seharusnya ia bisa melupakan Ivea. “Apa kakak
pernah merasa berdebar saat berada di dekat Lian?”
Aron menerawang, ia mengingat ingat
masa masa SMP yang sudah lewat “Tentu saja pernah. Walau bagaimana pun aku dan
dia berbeda jenis. Debaran seperti itu rasanya normal. Bagaimana dengan
perasanmu pada Lian?”
“Aku merasa seperti sedang bersamamu!
Hanya saja dengannya aku tidak pernah bertengkar”
“Kalau begitu sama, kau tidak perlu
memperjelasnya lagi! Kau sedang ragu dengan perasaanmu kan? Kau takut kalau kau
jatuh cinta pada Lian? Meskipun kau tidak jatuh hati padanya ada baiknya kalau
kau dan dia jadian saja, jadi kau bisa bersama dengan orang yang membuatmu
nyaman”
***
“Laki laki yang seperti perempuan
itu, dia tidak datang lagi?” Nyonya Rismono bersuara lantang diiringi dengan
bunyi mata pisau yang beradu dengan tatakan kayu.
Lian masih lesu memandangi sarapan
paginya dengan tidak bersemangat. “Hey, Lian! Kau tidak dengar pertanyaanku?
Laki laki itu sebenarnya siapa?”
“Laki laki yang mana?”
“Memangnya kau bergaul dengan berapa
orang laki laki? Laki laki yang melempar jendela kamarmu dengan kerikil setiap
pagi dan mengajakmu pegi keluar rumah seharian. Yang sering datang eminta izin
kepada ib setelah ayahmu pergi. Yang wajahnya mirip Chan Yeol, EXO itu!”
Caesar, Lian bahkan tidak begitu
mengingat Caesar lagi karena sudah begitu lama Caesar tidak menghubunginya.
Pesan yang dikirimkannya beberapa hari yang lalu juga tidak di balas, padahal
Caeasr yang menelponnya lebih dulu “Dia adik dari salah satu teman SMPku, Delta
Aron!”
“Astaga! Benarkah dia adiknya Aron?
Dia anak orang kaya kalau begitu?”
“Memangnya kenapa kalau dia kaya?”
jawab Lian dengan cepat “Ibu, bolehkah aku keluar hari in? “ Lian memandangi
ibunya, berharap di beri izin untuk keluar rumah meskipun hanya ke taman.
“Kau mau kemana?”
“Kalau boleh membeli Novel dan Komik!
Aku sangat bosan, bu”
“Kalau begitu tunggu sebentar!”
Nyonya Rismono meninggalkan masakannya dan masuk ke kamar. Tak lama kemudian
keluar dengan membaa dompet kulit dan memberikan beberapa lembar uang pada Lian
“Nanti belikan minyak goreng dan sabun cuci. Cuma sebagai alasanmu untuk
keluar, jadi ayahmu tidak akan curiga bila kau pergi karena ibu menyurhmu
membeli sesuatu. Ingat jangan pulang sore! Kembalilah ke rumah sebelum ayahmu
pulang!”
Seperti di anugerahi matahari, wajah
Lian langsung berubah cerah. Ia menerima uang yang di berikan ibunya dengan
riang dan menghujani ibunya dengan ciuman bertubi tubi. Setelah ituLian
mengganti pakaiannya dan berjalan keluar rumah. Tujuan utama adalah
supermarket, minyak goreng dan sabun cuci harus di beli terlebih dulu sebelum
ia melupakannya.
“Kau sedang mencari apa?”
Suara yang dikenalinya berbisik dalam
jarak yang sangat dekat. Lian menjauhkan dirinya dan melihat seseorang yang
berada di belakangnya. Caesar, sudah di duga “Sedang apa kau di sini? Bukannya
kau ada di Semarang?”
“Kau tidak senang melihatku di sini?”
“Bukan begitu……”
“Aku sudah susah payah menunggumu
keluar pagi ini, mengikutimu sampai di sini juga bkan hal yang mudah, tapi
responmu sangat tidk menyenangkan!” Caesar pura pura kesal. Ia mengikuti Lian
yang berjalan menelusuri rak rak yang berisi bahan bahan dapur dengan santai
“Setelah ini kau mau kemana?”
“Ke toko buku, aku mau beli beberapa
buku di sana”
“Bagaimana kalau kita ke butik Sheryl
saja? Kita lihat apakah ia punya koleksi yang terbaru untukmu! Setelah itu kita
jalan jalan lagi”
“Aku tidak bisa, uangku tidak cukup
untuk membeli pakaian di sana. Standar kalian sangat mahal untuk orang
sepertiku”
“Kenapa kau tiba tiba berkata seperti
itu? Memangnya selama ini aku meminta kau yang membayar semuanya? Aku yang akan
membayarnya!”
“Sudahlah! Pakaian darimu sudah
menumpuk di rumah. Dan belum ada satu pun yang ku pakai. Hari ini aku juga
tidak bisa jalan jalan seperti biasa, harus segera pulang ke rumah karna ayahku
sekarang selalu makan siang di rumah. Dia tidak suka kalau aku terlalu dekat
denganmu. Kau tau dia bialng apa? Aku terlalu mengikuti semua maumu, pulang
sore, memakai pakaian ketat, dan apalah, aku tidak ingat.”
“Lian, ada yang ingin ku sampaikan
padamu” kata Caesar secara tiba tiba “Apa sebaiknya kita jadian saja ya?”
Lian berdiri mematung. Ia menoleh
kepada Caesar yang berdiri disampingnya dan memandangnya heran “Kau mau jadian
denganku? Apa alasannya? Jangan bilang kau hanya ingin bermain main saja!” Lian
kemudian tertawa dan kembali melangkahkan kakinya “Ada ada saja kau ini”
“Memangnya kenapa? Jangan bilang kau
hanya akan pacaran dengan orang yang kau cintai! Siapa? Raka?”
“Lalu bagaimana denganmu? Sudah
berhenti mencintai wanita itu? Wanita yang tak pernah kau sebutkan namanya”
“Dua hari, aku sudah menyisihkan
waktuku selama itu untuk mengawasinya di Magelang secara diam diam. Dia
terlihat sangat bahagia dengan Revi, tertawa bersamanya, dia bahkan tidak
pernah tertawa seperti itu saat bersamaku” wajah Caesar kali ini terlihat benar
benar sedih, bukan pura pura seperti tadi yang ditunjukannya di awal. Tapi
ekspresi sedih itu segera di sembunyikannya rapat rapat dengan memaksakan
sebuah senyum “Sepertinya sekarang sudah saatnya aku melupakan dia, kau juga
harus melupakan Raka”
“Tidak semudah itu!”
Lian meletakkan semua belanjaannya di
meja kasir dan membayarnya degan uang yang diberikan ibunya. Ia menenteng
kantong plastic bewarna putih itu keluar dari supermarket dan menolak saat
Caesar menawarkan dirinya untuk membawakannya. Ia masih memikirkan semua
perkataan Caesar yang ada benarnya. Lalu setelah pacaran mreka akan sperti apa?
Bukannya mereka tinggal berjauhan, dia berada di Bandungan sedangkan Caesar
tinggal di Semarang. Bukannya sama saja? Lian behenti melangkah dan memutar
tubuhnya menghadap Caesar “Apa alasanmu jadian denganku?”
“Akumerasa nyaman denganmu. Bukan
karena ingin bermain main. Sekarang jawab pertanyaanku! Apa yang kau rasakan
setiap kali bersamaku?”
Lian memutar bola matanya sejenak
lalu kembali memandangi Caesar dari balik kaca matanya “Aku merasa kekanak
kanakan. Jadi lebih crewet dari biasanya” katanya ketus lalu kembali
melanjutkan langkahnya lagi. Sepertinya ia akan membatalkan rencananya untuk ke
toko buku.
“Kau tau? Aku juga merasakan hal yang
sama. Kau merampas sifat kedewasaanku. Bersamamu membuatku menemukan kembali
kegembiraanku yang lama hilang, aku melupakan masa masa kesepian itu dan semua
berganti dengan cerita cerita seru yang selalu ku ceritakan padamu. Aku bahkan
tidak banyak bercerita tentang seseorang yang aku cintai”
“Tapi aku tidak pernah bercerita apa
apa padamu. Itu artinya perasaan itu hanya kau yang merasakannya”
“Kalau begitu, itu mungkin karena kau
bukanlah orang yang suka membicarakan hal hal yang tidak penting!”
Lian menghentikan langkahnya sekali lagi
“Sebenarnya apa yang kau pikirkan sekarang? Kenapa tiba tiba mengatakan hal hal
aneh seperti ini?”
“Karena sadar atau tidak, saat berdua
kita merasa tentram. Kita bisa membicarakan Raka atau Ivea, nama gadis itu. Dan
saat kita saling bercerita, apa yang kau rasakan? Kita bisa membicarakan
kesedihan kita dengan perasaan biasa biasa saja. Bukankah itu sudah cuku?
Pacaran tidak harus dengan orang yang kita cinta kan? Cinta itu bisa bertahan
berapa lama? Yang kita butuhkan adalah orang yang bisa membuat kita nyaman
dalam jangka waktu yang lama. Apa pedapatku salah?”
Tidak ada yang salah. Pikir Lian. Semua kata kata Caesar bisa diterima dengan baik. Tapi ia
masih merasa ragu dengan tawaran gila Caesar “Kenapa harus aku?”
“Kau tau alasannya, alasan pertama yang
membuat kita dekat”
“Kita baru kenal!”
“Kita sudah kenal lama, tiga tahun
yang lalu kita sudah saling kenal. Tapi kita memang baru dekat sekitar dua
minggu yang lalu.”
Lian menepuk nepuk pipi Caesar lembut
“Buang rencana gilamu! Aku hanya menganggapmu sebagai seorang adik, tidak
lebih. Aku tidak nyaman kalau harus mengubah hubungan itu menjadi sesuatu yang
asing”
“Aku juga benar benar menganggapmu
sebagai kakak sendiri. Dan hubungan seperti ini bisa tetap berlanjut setelah
kita pacaran nanti. Hubungan kita menyelamatkan hati banyak orang.
Menyelamatkan hati Raka dan Fella; Ivea dan Revi. Dan kita tidak perlu
menderita untuk itu.”
“Kau benar benar serius? Kau tidak
akan tertawa setelah ini kan?”
“Tentu saja akan tertawa. Tapi kita
tertawa bersama! Jadi?”
Lian menatap mata Caesar semakin
dalam untuk mencari pembenaran. Sejurus kemudian ia menemukan jawaban, kemudian
ia menarik nafas dalam dalam dan menghembuskannya “Baiklah!”
***
Sudah setahun yang lalu Caesar dan
Lian resmi berpacaran. Tapi bagi Caesar semua kenangan tentang Ivea masih terus
melekat dan tidak ada henti hentinya mengganggu. Tapi hari hari bersama Lian
sangat menghibur karena menghabiskan waktu bersama Lian dan mengajari gadis itu
banyak hal sudah dengan sukses memberikan kesenangan tersendiri baginya.
Caesar memperhatikan pnampilanya di
cemin, hari ini ia berjanji untuk mengantar Lian ke toko buku. Lian lebih
senang menumpuk banyak buku di rumah dan membacanya di saat senggang dari pada
membeli baju. Meskipun Lian bersedia merubah penampilannya, tapi ia menolak
untuk melepas kaca matanya. Caesar beruntung karena selera Lian tentang kaca
mata cukup menarik sehingga kaca mata itu sama sekali tidak merusak
penampilannya yang sudah sangat luar biasa.
“Caesar, Lian sudah menunggumu. Tolong
jangan lama lama karena dia tidak suka menunggu!” suara Aron yang berteriak
keras di balik pintu membuat Caesar meraih jaket yang sudah disiapkannya dan
segera keluar kamar.
Lian sudah menunggunya di ruang
tengah sambil bertolak pinggang. Matanya menatap Caesar dengan pandangan kesal
yang berusaha di sembunyikannya sebisa mungkin. Lian tidak mungkin marah marah
di depan ayahnya dan Aron. “Kau sudah siap?” ia berkata dengan suara manis
meskipun ekspresi wajahnya masih menyiratkan rasa kesal.
“Tentu saja, ayo kita pergi
sekarang!” jawab Caesar, ia berjalan mendekati Lian.
Langkah demi langkah keluar dari
rumah keluaga Caesar itu benar benar member kehangatan lebih. Dengan penampilan
luar biasa, Caesar berbangga hati berkeliling Semarang dangan angkutan umum.
Lian membuat pandangan orang bekali kali lipat terarah kepadanya bila di
bandingkan melangkah seorang diri. Tidak, bila seorang diri Caesar lebih suka
menggunakan kendaraan pribadi dan kelakuan yang seperti ini baru Caesar lakukan
semejak dekat dengan Lian. Gadis itu benar benar membuatnya nyaman dengan
segala hal.
“Lian, kau tidak bicara apa apa dari
tadi. Ada masalah apa?” tanya Caesar dengan berhati hati “Kau masih marah
karena telalu lama menunggu?”
“Aku pikir kita tidak jadi pergi!
Sampai seminggu lagi aku akan merasa sangat bosan, jadi butuh hiburan”
“Kau sudah banyak mengumpulkan buku.
Buku buku itu tidak akan bisa kau bawa pulang ke Bandungan semuanya! Kalau
bosan kita jalan jalan saja!”
Caesar menjerit saat Lian menjambak
rambutnya kesal, ia memohon untuk segera dilepaskan dan Lian melepasnya pelan
pelan.
“Sampai kapan jalan jalan terus?
Liburan lalu sudah kita habiskan dengan berjalan jalan dan aku tidak akan
membiarkan hobi anehmu itu menggangguku!”
“Aku beruntung karena libur sekolah
kita sama. Jadi aku bisa menjemputmu di Bandungan kapan pun aku mau saat
liburan. Seandainya kau mau kuajak pindah sekolah ke Magelag, kau tidak akan
merasa lelah dengan hobiku”
“Sebenarnya, kita pacaran berapa
tahun? Aku harus menyiapkan alasan untuk putus dulu!”
“Kau gila?” Caesar berteriak lagi
“Kita pacaran bukan untuk putus. “
Caesar tertawa, siapapun yang melihat
mereka pasti akan merasa iri. Ponsel Caesar bordering, sebuah nomor tidak di
kenal menunggu untuk di jawab. Dengan penuh keheranan, Caesar mengangkat
telepon itu dan mendekatkan ponselnya ke telinga. Ia mendengar suara seseorang
yang sangat dikenalinya, seseorang yang sangat ingin di lupakannya. Sesaat
kemudian ia menoleh ke belakang dan nyais teduduk lemas. Ivea mendekat diiringi
Revi dan berdiri di hadapan Caesar engan tatapan tak percaya
“Bisa kita bicara?” bisiknya pelan.
***
Caesar memandang Lian yang
kelihatannya tidak mengerti dengan masalah yang terjadi. Matanya mencari cari
tempat terdekat agar bisa duduk dan setelah menemukannya, Caesar mengajak
semuanya untuk masuk ke tempat yang sama. Ia dan Ivea duduk di meja yang
berbeda, sedangkan Revi dan Lian tampak sedang ngobrol ngobrol di meja yang
lain. Sesekali Caesar memandang Lian, lalu kembali memandang Ivea.
“Kau kelihatan sangat bahagia. Dia
pacarmu?” tanya Ivea dengan suara parau.
Caesar gugup dan ia sangat benci ini.
Apakah ia akan bahagia bersama Lian? Tentu saja, tapi tidak akan sama bila
bahagia bersama Ivea. “Ya, kita resmi pacaran kurang lebih satu tahun yang
lalu”
Ivea memandang Lian sejenak “Dia
cantik, dewasa, dan kelihatannya baik!”
Caesar tidak menjawab apa apa.
Semuanya terasa kaku, dia bahkan merasa gugup dengan pembicaraan hari ini. Ivea
datang sesuai harapannya. Tapi gadis itu terlambat.
“Aku benar benar payah, mengejarmu ke
Semarang dan berharap kau akan kembali dan pulang ke Magelang bersamaku!”
Caesar hampir saja berteriak. Ivea
mencintainya? Benarkah? Ivea takut karana Caesar akan pergi bersama orang lain
dan tidak akan kembali kepadanya dengan perasaan yang sama. Entahlah, Caesar
tidak yakin “Aku sangat menyayangimu Eve. Rasa sayang yang tidak pernah ku
rasakan pada orang lain sebelumnya. Semula aku ragu karena ku fikir perasaan
kali ini ada karena kau sangat mirip dengan orang yang pernah ku Cintai”
Ivea memandang Caesar dengan terkejut
“Apa alasamu mengatakan itu? Apa kau mengerti peraaanku bagimana?”
“Perasaanmu yang bagaimana?”
“Meskipun aku tidak ingat apa apa,
aku suah mendengar ceritanya dari Yoona! Cukup banyak untuk tau orang seperti
apa aku ini!”
“Apa kau baik baik saja?” tanya
Caesar. Wajah Ivea terlihat sangat pucat, ia menunduk dalam dan kemudian jatuh
begitu saja.
***
Semuanya begitu cepat. Yang
diketahuinya, di saat yang sama Revi dan Lian sagera mendekat dan membantunya
membawa Ivea ke rumah sakit. Gadis itu membuatnya khawatir. Selama berjam jam
Caesar terlihat sangat cemas karena terus mondar mandir di depan pintu ICU.
Setelah melihat wajah Revi, Caesar berusaha untuk lebih tenang dan duduk di
samping Lian. Ia tidak pantas menunjukan ekspresi seperti itu di depan Revi dan
pacarnya meskipun Lian akan mengerti.
“kau ingin meninggalkanku?” Lian
bersuara, ia memandang Caesaryang juga memandangnya dengan sangat terkejut
“Bukankah dia datang untukmu? Dia sudah memenuhi harapamu!”
“Bagaimana bisa dirimu berkata
seperti itu?” jawab Caesar dingin “Aku tidak akan membiarkanmu sendirian. Lagi
pula aku sudah berjanji untuk membuatmu melupakan Raka, kau ingat?”
“Aku tidak keberatan kau tidak
menepati janji itu. Demi kebahagiaanmu aku……..”
“Berhentilah berbicara! Aku tidak
akan melakukannya!” Caesar mengeram, ia memandang Revi dan berdiri di
hadapannya “Dia tidak mencintaiku dengan sepenuh hati, dia hanya mencintaimu
dan itu tidak usah diragukan lagi. Perasaannya yang sekarang ini semu, dia
memiliki perasaan seperti itu arena aku prig dengan meninggalkannya harapan.
Jadi genggamlah dia seerat yang kau bisa!”
Revi tidak menjaab apa apa. Caesar
juga tidak membutuhkan jawaban apa apa karena ia menggenggam tangan Lian dan
membawa pacarnya pergi. Bagaimana mungkin ia akan melepaskan kenyamanan yang di
dapatkannya sekarang? Bagaimana mungkin Caesar bisa menyinkikan Lian yang
selalu menemaninya selama ini begitu saja hanya karena kedatangan Ivea yang
terlambat? Dia tidak akan pernah bisa melakukannya demi dirinya sendiri.
***
Sesampainya di rumah, yang telihat
hanya langit langit malam. Pergi pagi dam pulang malam seharusnya membuat mereka
merasa lelah, tapi rasa laparlah yang lebih dominan. Caesar selalu menolak
untuk mampir di rumah makan selama di perjalanan menuju rumah. Ia malah memiih
untuk berhenti di supermarket terdekat dan membeli beberapa bahan untuk membuat
omlet.
“Lian, cepat msakkan sesuatu! Aku
hampir mati kelaparan” keluh Caesar
“Salahmu sendiri kenapa tidak mau
mampir ke rumah makan? Kalau saja tadi kita mampir, mungkin kita pulang dengan
keadaan perut penuh!” jawab Lian kesal.
Lian segera bergegas menuju dapur,
lalu ia berusaha sepenuh hati membuatkan omlet yang enak dengan bahan bahan
yang sudah Caesar beli lalu menyajikannya di atas meja. Lian kemudian duduk dan
memandangi dua piring omlet yang sudah membuat perutnya berkobar. Caesar duduk
menghadap piringnya dan bersiap memegang garpu dengan senyum mengembang “Ayo
makan!” katanya dengan riang.
Caesar terus mengomentari banyak hal
sambil terus menisci mulutnya dengan suapan suapan besar omlet. Dalam waktu
singkat, Caesar sudah menghabiskan omlet di piringnya dan pindah menyantap
omlet di piring Lian. Semula Lian merasa kesal karena makanya di ganggu, tapi
lama lama ia bisa enerima sikap Caesar dengan perasaan terbuka
“Masih lapar?” tanya Lian, ia sudah
berhenti makan dan membiarkan Caesar menghabiskan semua omlet yang masih
tersisa di piringnya.
“Ini sudah cukup!”
“Kalau begitu cepat habiskan. Aku mau
mencuci piringnya!”
Caesar bergerak semakin cepat sampai
omletnya benar benar habis lalu mendorong piringnya menjauh, Lian mengemasi
semuanya dan memindahkannya ke tempat cuci piring yang ada di sebelah meja
makan. Bagi Lian urusan dapur bukanlah urusan yang besar, ia terbiasa
melakkanya dengan hati hati.
“Lian, ada yang ingin aku sampaikan.
Bisa setelah ini kita bicara? Aku akan menunggumu di ruang tenga!” kata Caesar
tiba tiba. Sepertinya ia sedang ingin membicarakan masalah yang serius, tapi
apa? Entahlah.
Setelah selesai mencuci piring yang
digunakan untuk makan tadi, Lian buru buru melangkahkan kakinya menuju ruang
tengah. Ia melihat Caesar sedang duduk di sofa sambil membaca majalah terbitan
minggu ini. Dengan hati hati, Lian berjalan mendekat “Apa yang sebenarnya ingin
kau bicarakan?”
Suara Lian berhasil menghentikan
aktivitas Caesar. Ia menutup majalah itu dan berbalik menatap Lian “Duduklah!
Ada yang ingin ku tanyakan padamu” katanya
“Kau ingin bertanya apa? Tentang
masalah yang tadi? Aku bahkan tidak keberatan jika kau meningalkanku dan
memilih bersama Ivea. Bukannya hubungan kita tujuannya hanyalah untuk main main
saja?”
“Sebenarnya, apa yang kau rasakan
saat kita bersama? Apakah kau tidak merasakan apa pun? Jujur hubungan kita
semula hanya untuk bermain main saja. Tapi tidakkah mungkin jika kita
merubahnya menjadi hubungan yang sebenarnya?”
“Apa yang kau bicarakan aku tidak
mengerti?” tanya Lian yang berura pure tidak tau dengan maksud dan ujuan Caesar
berkata seperti itu.
“Aku mencintaimu Lian, sungguh. Aku
baru menyadarinya saat aku berbicara dengan Revi di rumah sakit tadi sore. Kata
kata yang ku ucapkan padanya adalah kenyataan yang sebenarnya dan sekaligus
membuatku sadar akan perasaanku yang sebenarnya” Caesar berkata nyaris tanpa
jeda.
“Lalu bagaimana dengan Ivea, apa kau
tak lagi mencintainya? Bukankah selama ini kau menunggu kedatangannya
menemuimu? Tapi saat ia datang kau malah menghapus semua rasamu padanya?
“Rasaku padanya sudah lama menghilang
seiring berjalannya waktu. Aku sadar bahwa hanya aku lah yang merasakan
perasaan itu, sedankan Ivea tidak. Perasaannya padaku hanyalah emosi ssaatnya.
Aku tau dia hanya mencintai Revi”
Lian memandang Caesar dengan tatapan
tak percaya. Ia seperti merasa berhalusinasi “Maafkan aku. Sampai sekarang aku
masih belum bisamelupakan perasaanku pada Raka”