Thursday, November 29, 2018

Cerpen 10.000 Kata_Tugas Bahasa Indonesia


Move On
Ketika rindu itu mulai mengganggu
Yang bisa ku lakukan hanyalah menutup mata dan
Membayangkan kalau dirimu kini pasti lebih baik
Aku sudah mencoba untuk melupakan, tapi malah semakin
Mengingatnya dengan jelas
Selalu membohongi diri dan berfikir kalau dirimu past kembali
Padahal sepatah kata pun
Dirimu tak pernah mengatakan akan kembali
Tapi yang selalu ku lakukan hanyalah menunggu dan menunggu
Meskipun akal sehatku menolak
Sayangnya hatiku memilih untuk setia
(5 Desember 2016_Anisa)

Musim hujan sudah dilalui dengan kesepian yang benar benar mencekam. Seharusnya, musim panas tak begitu, tapi Caesar memilih untuk menanti lagi. Sudah hampir setahun ia trus menanti dan menanti  kedatangan Ivea ke Bandungan dan seandainya saat itu tiba, Caesar baar benar akan mengatakan kepada gadis itu tentang perasaannya yang sebenarnya. Pelan pelan Caesar mulai bosan menanti hati Ivea yang tak kunjung pasti. Sebelum pergi ia melihat kebimbangan di mata Ivea dan iu semakin memperkuat keinginannya untuk menjauh. Dia Cuma figuran, Ivea tidak mungkin mencintainya, kata kata itu terus bermain dibenaknya dan hampir membuatnya gila. Seandainya ia mengatakan perasaannya pada gadis itu kemungkinan terbesar yang ia dapatkan hanyalah penolakan karena yang Ivea yakini saat itu rasa cinta dianara mereka adalah kesalahan, karena Caesar sudah membuatnya berkhianat dari Revi. Itu yang menjadi alasan kuat kenapa Caesar masih mau seperti ini, masih mau menunggu hati Ivea sampai sekarang.
Caesar berjalan perlahan sambil menghembuskan nafas. Sebelah tangannya masih memegangi sekaleng kopi dingin yang baru saja diambil dari dalam freezer dan yang sebelah lagi masih memilih milih barang yang akan dibelinya selain kopi. Selama di Bandungan ia menumpang tinggal di rumah pamannya dan itu seringkali membuatnya berpikir untuk tidak usah pulang karena takut mengganggu privasi pemilik rumah itu. Otaknya terus memikirkan kemana ia akan pergi malam ini, apakah ia harus menyewa hotel? Ia menghembuskan nafas lagi. Kepalanya terangkat saat melihat seseorang dikasir, seserang yang pernah Caesar kenal.
“Bagaimana Mbak?”
“Tunggu sebentar!”
“Tapi di belakang anda ada yang mengantri”
“Kalau begitu biarkan dia duluan”
Caesar memandangi wanita yang kebingungan itu. Dia menyingkir dari meja kasir dan mengeluarkan semua isi tasnya di lantai. Dengan terburu buru, ia memilah milah barang yang seharusnya berada di dalam tasnya, tapi tidak ada. Wanita itu menghela nafas putus asa sambil memandangi barang barang yang berantakan di lantai. Caesar melangkahkan kaki mendekati wanita itu, lalu berdiri di hadapannya.
“Kakak, apa yang kau cari? Mungkin aku bisa bantu?”
Wanita itu spontan memandang Caesar dengan sorot mata terkejut. Kacamata yang di kenakannya melorot ke bawah beberapa millimeter. Secepat mungkin ia membenarkan letak kacamatanya di posisi yang diyakininya “Kamu siapa?”
“Kakak tak ingat padaku?” Caesar menggaruk garuk kepalanya pura pura kebingungan lalu memandangi wanita yang dipanggilnya kakak itu. “ Kamu Anindhtia Liana Sera, kan?”
Wanita itu mengangguk, masih memandangnya
“Aku Caesar Arya, adiknya Delta Aron Adleson. Kita pernah satu sekolah saat SMP, waktu itu aku baru kelas satu saat Kak Lian  dan Kak Aron kelas dua. Dulu Kak Lian yang jadi pendamping kelompokku saat MOS”
“Oh….” Lian menepuk kepalanya karena menyesal tlah menyembunyikan ingatannya tentang Caesar dalam dalam dan kesulitan untuk mengenalinya kembali “Maaf, aku sangat pelupa jadi tidak bisa mengingatmu dengan cepat”
Caesar menerima permintaan maaf itu dengan sebuah senyuman “Kakak cari apa?”
“Dompetku, aku lupa meletakannya di mana. Seharusnya ada di dalam tas” Lian memegangi kepalanya lagi sambil mengeluh, matanya terpejam sambil mengingat ingat kembali dan akhirnya dia menyerah. “Mungkin aku batalkan saja semua belanjaan…….”
“Aku yang bayar!” potong Caesar “Belanjaanmu tidak telalu benyak kan?”
“Tidak usah, tidak perlu sampai begitu!”
“Nggak papa, anggap aja sebagai salam perkenalan!”
Caesar membayar semuanya, termasuk kopi dingin yang ada di tangannya. Sesekali Caesar melirik Lian yang sibuk mengemasi barang barangnya kebali ke dalam tas. Caesar melihat semuanya, barang barang yang di bawa Lian hanyalah beberap buku tulis, kotak pengsil dan seragam SMAnya. Setelah semua barangnya dikemasi, Lian berdiri dan mendekat Caesar dengan nafas lega. Caesar memberikan kantong plastik belanjaanya kepada Lian dan dia menerimanya dengan senyum.
***
Caesar dan Lian berjalan keluar dari Alfamart. Caesar kemudian membantu Lian mencari dompetnya yang hilang. Lian curiga kalau dompetnya tertinggal di dalam mobil temannya dan Caesar merelakan ponselnya dipakai untuk menghubngi orang yang bersangkutan. Ternyata dugaan Lian tidak meleset, dalam waktu kurang dari setengah jam ia mendapatkan dompetnya kembali dan temannya tadi langsung mengantarkannya ke tempat ia berada sekarang. Beruntung rumah teman Lian tak jauh dari situ, jadi tak perlu jauh jauh mengantarkannya. Lian berterimakasih kepada Caesar karna sudah membantu menemukan dompetnya yang hilang.
“Apa yang kakak katakan? Aku memang bukan anak baik yang suka membantu orang lain. Aku mau membantumu karena kebetulan aku mengenalmu” Caesar mengelak, I sangat jarang mendengar kata terimakasih yang terdengar tulus seperti kali ini.
Lian membka dompetnya, mengeluarkan beberapa uang “Berapa uangmu yang terpakai tadi?”
Caesar mendorong tangan Lian yang terangkat untuk kembali turun. “Tidak usah. Aku tulus kok”
“Terima kasih”
“Kau mmbeli banyak softdrink, untuk siapa saja?”
“Tidak. Semuanya untukku sendiri!”
“Kau tidak takut gemuk? Terlalu banyak inum softdrink bisa membuat tubuhmu melar!”
Lian tersenyum tidak enak “Aku memang sedikit gemuk. Tapi tidak masalah kalau bertambah gemuk sedikit lagi, habisnya aku tidak tau lagi harus melakukan apa. Malam ini aku tidak tau mau kemana. Mungkin ke taman sambil meminum semua minuman itu”
“Ke taman? Aku boleh ikut?”
Lian memandang Caesar heran lalu mengangguk dengan ekspres agak ragu. Selanjutnya tidak banyak yang mereka lakukan, hanya berjalan santai menuju taman. Padahal seharian tadi Caesar sudah bermain main di taman, seorang diri tentunya, ia bolos sekolah.
Meskipun malam hari, suasana taman tidak jauh berbeda dengan siang hari. Masih ramai, hanya jika siang ramai dengan anak anak tapi sekarang banyak anak seusia mereka yang datang. Caesar duduk di samping Lian sambil meminum kopinya seteguk demi seteguk. Lian duduk dengan sopan, rambutnya yang lurus dan ringan tertiup angin, ia menyeka ejumput rambut yang menutupi matanya lalu mengambil sekaleng softdrink dan meminumnya.
“Kakak sedang apa di Bandungan?” tanya Caesar
Lian memandangnya “Aku?”
“Siapa lagi yang bersamaku? Bukannya seharusnya kakak berada di asrama sekolah ya?”
“Aku sudah keluar dari asrama sekolah sebulan yang lalu. Aku sekarang tinggal di rumah kos” katanya malu malu
“Keluar? Kenapa?”
“Aku tidak betah berada di sana, jadi aku memutuskan untuk keluar!”
Caesar menyunggingkan sebuah senyum samar. Bukannya dulu dia pernah berkata bahwa lebih baik tinggal di asrama daripada dirumah orang tuanya.
“Lalu apa orang tua kakak tau?”
“Jangan panggil aku kakak! Panggil saja aku Lian”
“Oke, Lian. Apa orang tuamu tau?” Caesar mengulangi pertanyaannya.
“Tidak, mereka belum tau kalau aku keluar dari asrama. Aku menggunakan uang tabunganku untuk menyewa kamar kos. Tapi besok pagi aku harus pulang ke rumah, rumahk dekat dari sini!”
“Mengapa baru besok, bukannya leih baik malam ini? Lalu setelah ini kau mau kemana?”
Lian meneguk lagi softdrinknya “Aku akan di sini sampai pagi, lalu apa yang kau lakukan di Bandungan? Seingatku rumahmu berada di Semarang!”
Caesar mengangkat sebelah alisnya “Aku sedang liburan, sekolahku libur dua minggu” Caesar menjawabnya.
Lian mengangguk mengerti. Caesar memandang Lian sekali lagi “Aku boleh disini juga? Menemanimu?”
“Apa?”
“Aku juga tidak ingin pulang. Kalau kau akan berada di sini sampai pagi, aku akan melakukan hal yang sama. Bolehkan? Kita bisa ngobrol sampai pagi” Caesar lalu memandang jam tangannya. Empat jam lagi menjelang pagi. “Bolehkan?”
“Tentu saja. Jadi aku tidak harus sendirian sampai pagi!”
Caesar lagi lagi tersenyum. Kopi yang dipegangnya sudah habis dan dia mulai menjarah minuman kaleng yang ada dalam kantong plastik milik Lian “Lian, apa yang akan kau katakana nanti di rumah tentang keluar dari asrama?”
“Aku biasanya memang pulang pada tanggal yang sama setiap sebulan sekali. Jadi rasanya tidak perlu mengatakan apa apa lagi. Ibuku akan menganggapnya sebagai ritual biasa” Jawabnya. “Bagaimana kabar Aron sekarang?”
Caesar mengangkat bahu “Begitulah, Kak Aron masih sama seperti dulu”
***
“Kau sudah bangun?” Suara Lian terdengar samar. Caesar membuka matanya dan menatap langit yang sudah berubah menjadi putih, sudah pagi.
“Kau tidak tidur? Bangun semalaman?” tanya Caesar.
Lian mengangguk, lalu tersenyum.
“Padahal aku sudah mium kopi” Caesar mengeluh
“Masih ngantuk? Ikut aku ke rumah saja, bagaimana?”
“Mana mungkin aku tidur di sana!”
“Aku tidak menawarkanmu tidur dirumahku. Aku menawarkan secangkir kopi buatan rumah. Dijamin lebih jitu unuk menahan ngantuk dibanding dengan kopi kalengan yang kau beli semalam”
“Kau juga suka kopi?”
“Aku? Tidak, tapi ayahku suka dan aku selalu membuatkan kopi untuknya!”
“Aku juga tidak begitu suka. Tapi aku mau mencicipi secangkir kopi buatan rumah!” Caesar menggosok gosok tengkuknya, kepalanya terasa sakit. Badannya juga sakit karena semalaman ia tidur di bangku taman. Ia tidak terbiasa tertidur seperti ini, biasanya ia tidur di tempat yang empuk. Secangkir kopi yang ditawarkan Lian mungkin akan sedikit membantu menghilangkan rasa kantuknya, setelah itu ia akan meminta Ryan, anak pamannya, untuk menjemputnya. Ini hari minggu dan Ryan pasinya libur.
“Baiklah, aku menerima tawaranmu. Tapi apa kau tidak membawa barang barang lai selain tasmu?”
Lian menarik tasya. Sebisa mungkin ia berdiri dengan tangkas dan Caesar mengikutinya. Perlahan lahan mereka berjalan menuju rumah keluarga Lian yang tak begitu jauh. “Semua pakaianku kutinggal di kos kosan. Selama ini aku tak pernah membawa banyak barang ke rumah. Jika aku membawanya pulang, ibuku pasti curiga!”
“Berapa lama kau akan tinggal di Bandungan?”
“Biasanya hanya dua hari. Tapi berhubung minggu ini adalah masa UN anak kelas 12, aku akan tinggal di sini seminggu!”
“Ini rumahku, silahkan masuk!”
Lian tersenyum kepadanya. Bahkan senyumnya sangat manis. Gadis itu benar benar memiliki wajah yang sangat cantik, nyaris sempurna. Caesar membayangkan jika saja Lian adalah kekasihnya. Secepat mungkin Caesar mengembalikan kesadarannya.
Caesar bertamu terlalu pagi, ia sampai diaak sarapan bersama keluarga Lian yang ramah tamah. Atmosfer kekeluargaan di rumah yang sangat kental membuat Caesar betah berlama lama di sini. Ia sudah lama tak merasakan seperti ini. Semenjak ibunya meningal semuanya jadi kacau balau. Bahkan hampir tidak ada kata makan bersama dalam keluarganya karena Aron tinggal di asrama sekolahnya yang terletak di Surabaya, sedangkan ia berada di Magelang. Seandainya Caesar memiliki rumah yang seperti ini, aka dia akan selalu mengeluh ingin pulang ke rumah. Dia tidak akan berfikir untuk pergi ke Magelang, tidak akan betemu Ivea, tidak akan merasakan perasan cinta dan tidak perlu menanti dalam penderitaan seperti sekarang.
“Ini kopi buatan rumah, selamat menikmati!” Lian meletakan secangkir kopi panas di meja ruang tamu, dimana Caesar dedang duduk bersantai saat ini. Ayahnya sudah pergi beberapa menit yang lalu dan ibunya sedang sangat sibuk di dapur. Ian duduk di sofa yng berseberangan dengan Caesar sambil memandanginya menyeruput kopi dengan nikmat. Sesaat kemudian, ponsel Caesar berbunyi dan Ryan sudah menunggu di depen rumah. Caesar tadi menelponya dan Lian memberitau alamatnya.
“Dia sudah menjemput?” tanya Lian saat Caesar memandangi ponselnya.
Caesar menganggk dan menyerupu kopinya sebanyak mungkin. “Aku pulang dulu ya? Kopinya sangat enak. Aku harap bisa menikmatinya lagi di lain waktu. Terima kasih untuk semuanya dan salam untuk ibumu. Sampai jumpa!”
Lian mengantarkan Caesar sampai kedepan pintu.
***
“Bagaimana kau bisa sampai di rumahnya?” tanya Ryan. Caesar bersandar pada bangkunya. Meskipun ia masih merasa lelah, ia tak lagi merasa ngantuk. Kopi buatan rumah karya Lian sangatlah mujarab. “Aku bertemu dengannya di Alfamart tadi malam. Dia kehilangan dompet dan aku membantunya mencari!” Jawabnya.
Ryan kembali berkonsentrasi dengan jalan dan arah tujuannya. Tapi pikiran Caesar masih tertuju pada mantan kakak kelasnya itu. “Apa kau mengenalnya? Dia adalah mantan kakak kelasku di SMP. Dia bercerita saat ini ia keluar dari asrama, padahal dia dulu bilang lebih nyaman tinggal di asrama sekolah daripada di rumah keluarganya”
“Kau sedang member tau atau bertanya?” Ryan menanggapi ucapan Caesar dengan nada biasa. “Kalau kau member tau, aku sudah tau. Tapi kalau kaubertaya apa sebabnya aku juga tau”
Caesar menoleh danmemandangi Ryan yang menatap lurus ke depan. “Tau? Apa alasannya?”
“Ada sebuah kasus. Liana terlibat skandal dengan kakak kelas 12. Pacar kakak kelas itu adalah teman sekelasku yang juga satu asrama dengannya, dia mengira Liana selingkuh dengan pacarnya. Karena aku mengenal Liana, aku mencoba bertanya padanya dan Liana menjawab itu semua benar. Aku hampir pingsan saat itu”
“Tidak mungkin. Dia bukan wanita yang seperti itu kan?”
“Tentu juga aku bereaksi sama denganmu. Jadi aku menyelidikinya, dari seorang teman dekatnya aku mendapat cerita kalau kakak kelas itu, Raka Riski dan Liana memang memiliki hubunan khusus jauh sebelum Raka masuk SMA, lebih tepatnya saat Liana baru kelas satu SMP dan Raka kelas dua SMP. Mereka berpisah karena Raka bersekolah di Salatiga dan memilih untuk berasrama dan mereka masih berhubungan lewat BBM. Bahkan Liana tidak tau kalau Raka sudah punya pacar. Bisa kau bayangkan bagaimana perasaannya sat itu? Pacarnya Raka tiba tiba datang dan melabraknya, bahkan dia terus menerus mengganggu Liana. Itulah yang menjadi penyebab Liana tidak betah di asrama sekolahnya.”
Caesar terkesiap. Dia di khianati dan sekarang memilih untuk menderita? Lian melarikan diri dan Caesar tau bagaimana perasaannya. Perasaan yang sama dengan yang ia rasakan sekarang. Tapi yang wanita itu alami jauh lebih kejam di banding dirinya. Tidak banyak orang yang tau tentang dirinya dan Ivea, tapi sangat banyak orang mengetahui masalah Lian. Caesar bisa membayangkan bagaimana saat teman teman Lian bergunjing di belakang saat Lian sedang berjalan lewat di depannya dan bagaimana ia harus menahan sendiri bisik bisiksemua orang tentang dirinya.
“Lalu bagaimana?” Caesar melanjutkan obrolannya dengan Ryan.
“Aku menceritakan cerita yang sebenarnya pada pacar Raka, kalau Liana juga tidak tau apa apa. Dia dahkan tidak tau kalau Raa sudah punya pacar. Dia juga korban dan bodohnya Liana tidak menyalahkan Raka sama sekali.”
“Kenapa bisa begitu? Dia seharusnya bisa lebih cerdas dalam bersikap! Bukannya malah jadi bodoh begitu!”
“Kenapa emosi?” Ryan memandang Caesar sambil mengerjapkanmatanya beberapa kali “Cinta bisa menghilangkan benci kan?”
Caesar terpaku. Ivea juga begitu. Dia tidak marah saat Revi mempermalukannya, tapi dia marah saat Caesar memintanya melupakan ciuman yang hanya diketahui mereka berdua. Cinta yang menyebabkan itu semua.
“Pacarnya Raka tidak terima karena dngan kata lain cerita itu malah menyiratkan kalau dialah yang merebut Raka dari Liana. Pulang sekolah besok mungkin Liana akan kembali di datangi pacarnya Raka, semacam labrak-melabrak gitu!”
Besok siang? Caesar menghela nafas berat. Wanita baik baik mendapat cobaan besar sekarang. Apa yang harus ia lakukan untuk membantunya? Caesar merasa kalau dia dan Lian mengalami penderitaan yang sama. Ia mengerti bagaimana rasanya karena ia juga memiliki rerasaan itu dan tau apa yang dibutuhkan Lia sekarang. Saat ia menderita,  tak ada seorang pun yang membantunya. Caesar hanya selalu berusaha membantu dirinya sendiri meskipun ia sangat butuh bantuan. Lian pasti juga beitu, ia pasti butuh bantuan sekarang, tapi gadis itu memilih untuk membantu dirinya sendiri dengan melarikan diri seperti yang Caesar lakukan sekarang.
Rumah bergaya minimalis milik keluarga Ryan terbuka lebar. Caesar segera urun dari mobil dan lari menuju kamarnya dan mengabil sebuah buku agenda di dalam tasnya. Ia kembali mengamati jadwalnya untuk besok. Besok, ia akan datang membantu teman yang senasib dengan dirinya. Semoga dengan membantu Lian bisa mengurangi penderitaan dalam hatinya, penderitaan karena sebab yang nyaris sama, menjadi orang ke tiga dalam hubungan orang lain.
***
Caesar menggerutu mencari Coffee Shop terdekat dengan agak terburu buru. Dia menyesal karena tidak pernah menanyakan secara detail kepada Ryan mengenai lokai labrak-melabrak itu. Kepalanya berusaha mencari cari dengan mmadang sekeliling dan akhirnya ia menemukanya. Sebuah Coffee Shop sederhana itu memperlihatkan Lian yang terduduk lewat jendla kaca anti pecahnya yang bening dan lebar. Ryan duduk disebeahnya dan dihadapannya ada seorang laki laki dan perempuan yang seumuran dengan mereka.
Apakah dia sudah di tindas habis habisan? Bisik Caesar. Seharusnya Caesar bisa masuk, tapi ada sebuah rasa ngeri tebesit. Caesar takut membuat kesalahan karena tidak mengetahui situasinya sekarang. Bagaimana ia harus bersikap setelah di sana, apa yang harus di katakannya, Caesar sama sekali tidak bisa menemukan bagaimana ia harus bersikap anpa mengetahui apa apa. Ia hanya mengetahui segelintir ceritanya dan bertekad untuk ikut campur. Caesar mengambil ponselnya dan mulai menghubungi Ryan. Dari tempatnya berdiri sekarang, ia dpat mlihat perhatian orang orang itu teralih kepda bunyi dering ponsel Ryan, laki laki itu permisi dan menjauh, lalu mengangkat telpon dari Caesar.
“Ada apa?” Ryan menjawab, pura pura tidak tau padahal Caesar sudah menceritakan rencananya pada Ryan meskipun Ryan belum setuju.
“Bagaimana keadaannya di sana sekarang?”
“Liana belum menjawab satu pertanyaan pun. Semua orang hampir putus asa kecuali Raka yang terlihat sangat senang dengan itu. Kau jadi melakukannya? Kau tidak ka marah marah kan?”
“Tentu saja aku tidak akan merusak ketampananku dengan marah marah!”
“Kalau gitu masuklah sebelum aku kembali ke tempat duduk, aku idak mau mereka mengira bahwa kau adlah suruhanku sampai kau berada di sana, aku akan terus berpura pura menelpon.”
Caesar mematikan ponselnya. Ia berusaha meangkah sleba mungkin dan dengan ritme secepa mungkin dan melewati Ryan yang pura pura tak mengenalnya. Lian disana, terlihat seperti gadis yang luar biasa. Dia menahan semua emosi yang kini mungkin sudah meluap luap di puncak kepalanya yang menunduk di bawah intimindasi pacar Raka. Banyak orang yang menjadikan caci maki itu sebagai tontonan yang menarik, tapi orang yang cerdas pasti sudah tau mana yang pemenang dan mana yang pecundang.
“Coba katakana, kenapa kau diam saja?” Pacar Raka yang bergaya luar biasa itu mengamuk dengan suara tinggi. Ia memandang lian dengan pandangan jijik “Kau mengatakan pada semua orang kalau aku yang merebut Raka darimu kan? Katakan!”
Caesar benar banar sudah dekat, ia melihat Lian sudah mengepalkan tangannya di pangkuan. Lian bukanlah gadis lemah, dia tidak meneteskan sebutir air mata pun dalam mediasi yang kacau balau ini. Caesar berdehem lalu memandang Lian dalam dalam “Iya katakanlah semuanya!”
Lian mengangkat kepalanya dan menoleh pada Caesar dengan tatapan yang terkesima. Dia terkejut, ditandai dengan bola matanya yang membesar. Caesar duduk di sebelahnya dan mendapat respon sengit dari pacar Raka.
“Kau siapa?”
“Aku? Kau tidak sedang ingin berkenalan denganku kan?” Caesar membalas respon buruk itu dengan tak kalah galaknya. Sesaat kemudian pandangannya beralih kepada Lian dan bicara kepadanya dengan nada yang manis “ Sekarang bagaimana? Katakana sesuatu!”
“Aku harus mengatakan apa?” Lian berbiara dengan nada yang sangat pelan. Caesar tersenyum puas, setidaknya Lian mau bicara.
“Apa yang kau dengar tentang Anindhita Liana Sera?” pertanyaan Caesar tertuju pada pacar Raka.
“Tentu saja tentang perselingkuhannya dengan Raka. Aku sudah lama mencurigainya dan aku meminta bantuan teman sekamarnya untuk menyelidikinya. Dia sering berhubungan dengan Raka, dia menyukai Raka.”
“Sekarang jawab, benarkah?” Caesar memandang Lian sekali lagi. Gadis itu tidak menjawab “Benarkah? Jawablah!”
“Aku….” Lian berhenti, ia menelan ludah menyiapkan kata kata berikutnya. “Aku memang menyukai Kak Raka….”
“Kau!” wanita itu berseru memotong ucapan Lian dengan galak, ia mengangkat cangkir kaca yang ada dihadapanya dan mengguyur Lian dengan kopi di dalamnya “Mengapa tidak bicara dari tadi?”
Caesar kesal. Ia merampas cangkir itu dan membantingnya ke lantai sehingga bunyi pecahan kaca membahana. Beberapa orang yang bercakap cakap dan yang berbisik bisik menjadi diam dan menatap Caesar dengan terkesima. Caesar puas dengan dirinya hari ini. “Bagaimana seorang gadis terpelajar seerti anda melakukan perbuatan hina semacam ini? Apakah orang tua anada tidak pernah mengajarkan tata karma? Apa mungkin inilah yang ditanamkan orang tua anda? Dia diam karena tiak ingin memperlihatkan kehinaan anda di depan orang banyak!”
Wanita itu sudah membuka mulutnya hendak melawan, tapi pacarnya berusaha meredakan emosinya dan membujuknya untuk kembali duduk. Pada akhirnya dia tau bahwa dia sudah berperilaku tidak pantas dan sebaiknya dirinya tidak mengulanginya lagi. Duduk dan diam adalah pilihan yang tepat
“Lian, lanjutkan!” Caesar kembali berbicara dengan Lian dengan lembut. “Kau masih bisa kan?”
Lian menyeka wajahnya yang basah lalu mengangguk, ia kembali menyiapkan kata katanya dan kembali berbicara dengan nada yang sama seperti tadi. “Aku minta maaf sebelumnya. Aku memang sudah melakukan kesalahan dengan mencintai pacar orang. Aku memang pernah menghubunginya lewat telon dan pergi bersama beberapa kali”
“Sekarang apa yang nggin kau tanyakan lagi?”
Wanita itu memandang Lian dengan pandangan yang lebih sabar meskipun belm bisa menyembunyikan kebenciannya seluruhnya, itu ditunjukkan dengan kata kata bernada sinis yang keluar dari mulutnya “Kau bilang kau akan merebut Raka dariku, benar?”
Ryan sudah kembali dan duduk di satu satunya bangku ang tersisa. Ia mengamati dengan baik semua yang terjadi tadi, sekarang yang ia lakukan hanyalah menyimak dan sedikit tergerak saat mendengar pernyataan teman sekelasnya. Pernyataan itu hanya memiliki satu jawaban dan Lian tak ingi mengatakan satu kata apa pun karena itu akan memperburuk suasana.
“Fella, kau dapat kata kata itu dari mana? Aku hanya mengatakan padamu kalau Lian dan Raka sudah memiliki hubungan jauh sebelum kalian jadian dan itu adalah hasil penyelidikanku, bukan kata kata darinya. Salah ucapan bisa memperburuk keadaan”
Caesar tersenyumdan wanita itu terdiam. Ia bersuara kembali dengn kata kata an lebih sopan “Bagaimana kau bisa menyimpulkan kata kata seperti itu? Apa pacarmu yang mengatakannya? Dia membela diri dengan cara apa? Apa yang dikatakannya saat membela diri?”
Raka membulatkan matanya. Sekarang ia di serang dan pasti dia juga ingin menyerang. Tapi ia malah meilih untuk diam. Caesar yakin pacarnya, Fella, sudah tau tentang apa yang terjadi sebenarnya. Wanita itu pasti sudah menyadari kesalahan Raka sehingga tak sepatah katapun keluar dari mulutnya unuk menjawab pertanyaan Caesar.
Caesar menghela nafas, semuanya harus berakhir sekarang. “Baiklah, sekarang ambil jalan tengahnya saja. Raka kau harus memilih antara Liana tau Pacarmu!”
Sebuah suara berdehem dengan tegas keluar dari mulut Ryan. Ia memandangi semua oang satu ersatu sebelum bicara. “Kita mengadakan pertemuan di sini untuk menyelesaikan semua masalah secara baik baik. Jadi Kak Raka, kedua wanita ini sama sama menganggapmu orang penting. Jadi sebaiknya kau putuskan sekarang juga, siapa yang kau pilih. Tolong jawab!”
Raka memanang Lian sejenak dengan tatapan misterius lalu beralih kepada pacarnya. Kemudian ia bekata dengan suara sengit. “Tentu saja aku memilih Fella. Aku jadian dengannya karena aku menyukainya dan perempuan ini hanya mengaku ngaku saja. Aku harap semua masalah selesai sampai di sini dan kita tidak perlu bertemu lagi”
Mata Caesar terbelak. Caesar tau walau bagaimana pun Lian adalah sosok yang pada akhirnya tetap akan ditinggalkan. Raka tetap tidak akan memilih Lian karena ia tetap harus menjaga perasaan pacarnya. Sebagai seorang berakal, mempertahankan hubungan adalah pilihan terbaik. Tapi alangkah manisnya bila laki laki yang kelihatannya sangat bermartabat itu bisa mengeluarkan kata kata yang lebh sopan sebelum ia beranjak dan membawa pacarnya pergi.
***
Untuk perama kalinya Caesar melihat Lian meneteskan air mata. Air mata itu keluar tak lama karena Lian langsung menyekanya. Ia berusaha membersihkan pakaiannya yang dikotori kopi dengan sapu tangan yang di ambilnya dari dalam tas. Tas yang sama dengan yang kemarin.
“Semuanya berakhir” ia berkata pelan
Caesar masih memandanginya “Kau merasa lega?”
“Tentu saja”
“Bohong!”
Mendengar ucapan Caesar itu, Lian mengangkat wajahnya dan berbalas menatap Caesar “Lian berhentlah menjadi orang yang sok baik! Jujur dengan dirimu sendiri apa yang kau inginkan sekarang. Apa yang kau rasakan saat Raka mengeluarkan kata kata terakhirnya tadi?”
“Semua sudah bisa di duga. Aku tahu kalau pada akhirnya semua akan seperti ini”
“Kau terlalu kuat untuk engeluarkan air mata. Tapi adi aku jelas jelas melihat itu meskipun kau menyembunyikannya. Kalau ka uterus seperti ini, kau bisa bisa sakit. Menupuk petasan dalam satu ruangan bisa mengubahnya menjadi bom yang akan menghancurkan satu kota. Sekarang katakana padaku bagaimana perasaanmu! Kau mau jujur padaku kan? Aku benar benar manganggapmu seperti seorang kakak, jadi jujurlah padaku seperti yang seharusnya dilakukan oleh seorang saudara!”
Lian berhenti bergerak, ia menggengam sapu tangan yang ada dipangkuannya dengan kedua tangan erat erat lalu bicara dengan nada yang pelan “Aku sakit hati. Tentu saja, aku manuia normal yang meraa sudah di hina dan di tipu. Aku benar benar mencintainya. Tapi dia berhubungan dengan perempuan lain tana memberitahuku, memiarkan aku terus berharap. Sekarang dia sendiri yang turun tangan memberikan kata kata kasarnya untuku. Tapi aku tidak bisa apa apa untuk…..” kata katanya terhenti. Lian menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Sapu tangan yang tadi di genggamnya tertinggal begit saja di atas pangkuan.
Lian menghapus air matanya dan kembali berpura pura menjadi gadis yang hebat. Ia mengemasi barang barangnya dan memberikan senyman kepada Caesar. “Terima kasih untuk hari ini” dan dia kelua dari Coffee Shop dengan kepala tertunduk. Semua orang memandanginya dan Caesar juga. Tapi Caesar tidak aka terlena begitu lama karea ia segera mengejarnya dan mengiringi langkah Lian sampai akhirnya gadis itu duduk di halte. Dia tidak berbicara sepatah kata pun.
“Lian, kau tak ingi mengatakan apa apa agi?” Caesar berusaha membujuknya.
Lian hanya mengeleng.
“Kalau begitu ikut aku ke Magelang, pindah sekolah.” kata Caesar dengan keyakinan penuh, Lian memandaninya dengan tatapan tak percaya “Kau mau kan?”
“Magelang?”
“Iya, kau mau kemana lagi? Dalam sekejap masalah di Coffee Shop tadi akan menyebar dan menjadi topic pembicaraan hangat di sekolahmu. Belum lagi Fella yang bisa saa menyalahkanmu saat bergosip ria dengan teman temannya. Semua orang di sini akan membuatmu menundukkan wajah setiap kali melihatmu berjalan sampai akhirnya kau mengurung diri di dalam kamar dan lama kelamaan menjadi orang gila yang suka berbcara sendiri.” Caesar menghentikan ucapannya. Sebuah tawa ringan muncul di bibir Lian meskipun hanya sekejap.
Lian menggeleng tidak yakin. Ia mungkin tetap akan di sini “Aku…”
“Bagaimana bila ku katakana kita bisa membalas semua sakit hatim dengan ini?” Caesar memoong ucapan Lian lagi. Lian memandangnya dengan kening berkerut “Aku akan membantumu melupakan Raka dan mengubahmu menjadi wanita yang seperti yang diinginkan kebanyakan laki laki. Kau bisa membuat Raka tergila gila padamu dan setelah itu kau bisa membuangnya, mencampakannya, menghinanya seperti yang dilakukan padamu saat ini!”
“Kenapa?” Lian memandangi Caesar dengan tatapan penuh tanya. “Kenapa kau melakukan semua ini?”
Caesar berdehem pelan lalu memandang Lian dengan penuh keyakinan “Karena aku juga punya masalah yang mirip denganmu. Tapi aku masih menunggu sampai sekarang sedangkan penantianmu sudah berakhir beberapa saat yang lalu”
***
Lian terpaku menatap dirinya di cermin. Sebuah blouse bermuansa merah hitam yang terbuat dari bahan cotton spandex di kenakannya dengan sangat tidak percaya diri. Ini bukan dirinya, sama sekali bukan. Lian tidak akan menggunakan bahan setipis ini untuk dirinya, tidak pernah membiarkan bahunya terbuka dan tidak nyaman kalau harus membiakan pahanya tertiup angin begitu saja. Ia seperti oran yang berbeda dan ini semua karena Caesar. Lian menghela nafas.
“Lian, bagaimana? Kau sudah memakainya? Kalau sudah cepatlah keluar, aku ingin melihatnya”
Suara Caesar terdengar jelas dari balik tirai fitting room dimana Lian berdiri sekarang. Perlahan ia mnyembulkan kepalanya keluar sambil memegang tirai erat erat. Caesar memandangnya dengan pandangan heran.
“Kenapa?” tanya Caesar
“Aku tidak percaya diri”
“Kenapa? Itu buatan Sheryl dan dia akan kecewa kala kau seperti itu, tidak percaya diri saat menggunakan rancangan seseorang sangat menyinggung perancangnya”
“Bukan begitu, bajunya bagus, hanya idak pantas untukku”
Caesar mengangkat sebelah alisnya, ia menoleh kepada seorang wanita yang berdiri di belakangnya, wanita yang berpenampilan sangat modern tapi santai itu bernama Sheryl. Ia tidak kelihatan tersinggung seperti yang sudah Caesar katakan. Sheryl tidak begitu peduli.
“Pakaian tergantung siapa yang memakainya. Kalau pemakainya saja tidak percaya diri maka tidak akan menjadi bagus” wanita itu ikut berkomentar. Ia berjalan mendekati Lian difitting room lalu kembali berujar “Apa yang membuatmu tidak percaya diri? Bolh aku masuk?”
Lian menghela nafas lalu mengangguk. Selanjutnya seluruh badannya di pandangi oleh Sheryl dengan cermat sesaat kemudian ia kelua dari fitting room dan kembali membawa sesuatu. Sebuah kotak pipih berwarna hijau zaitun di sdorkan kepada Lian diiringi sebuah senyum yang sejak tadi tidak tampak. Akhirnya Sheryl tersenyum kepadanya, Lian bisa merasa sedikit lebih lega lalu mengambil alih kotak itu dan membukanya. Sebuah bra? Sheryl membuat keningnya berkerut.
“Apa ini?”
“Apa lagi? Masa tidak tau? Ini bra Lian! Proporsional bra yang bisa meningkatkan kepercayaan diri seorang perempuan. Ini juga bisa membuatmu terlihat lebih langsing. Pakailah dulu, kalau sudah selesai panggil aku di luar. Oke?”
Sheryl keluar dari fitting room dengan meninggalkan keheranan di batinnya. Sedangkan Caesar, ia masih menanti dengan tudak sabar. Untuk mengenakan sebuah pakaian saja ia harus menunggu selama ini. Lian begini bukan karena ia tidak tangkas, tapi karena gadis itu sedang tidak percaya diri. Caesar sendri heran dngan sikapnya terhadap Lian, mengapa ia berusaha mengubah Lian mnjadi sorang yang diinginkannya? Anindhita Liana Sera sudah mmiliki gayanya sendiri selama ini, tapi belakangan gadis itu menjadi orang yang berbeda dai dirinya yang dulu. Caesar memejamkan mata an berfikir, Lian dalah teman yang paling mengerti dengan perasaanya sekarang, kaerna mereka memiliki masalah yang hampir mirip. Kita tidak akan pernah mengerti bagaimana perasaan seseorang kecuali kita pernah mengalami masalah yang sama kan? Itu motivasinya. Caesar meyakini dengan sepenuh hati kalau dirinya tidak memiliki motivasi lain.
“Caesar, kau sudah siap melihatnya?”
Suara Sheryl mengagetkan Caesar, matanya yang tadi hanya berisi pandangan kosong memandang berkeliling mencari Sheryl tapi wanita itutidak ada di butiknya. Sebuah grasak grusuk yang menyebabkan tirai ftting room bergoyang goyang membuat Caesar sadar kalau isinya tidak hanya satu orang. Suara Sheryl pasti berasal dari dalam sana. Caesar menahan nafas begitu tirai di buka, ada orang lain lagi di sana. Tidak, masih Lian tapi berbeda dengan dia yang biasanya. Terlihat mewah seperti Salsa, cantik seperti Yoona, da malu malu seperti Ivea. Caesar menghmbuskan nafas berat. Ia mengingat Ivea lagi.
“Aku merasa aneh!” bisiknya. Lian menggoyang goyangkan lengannya yang di tutupi Rib ketat berwarna hitam lalu menyembunyikan kedua tanganya di balik tubuhnya. Kaki yang selalu ditutup rok penjang seragam sekolahnya itu ternyata cukup panjang dan indah. Tubuhnya yang kelihatan agak gemuk ternyata bisa membuatnya terlihat lebih istimewa. Pipi chubby, dan tubuhnya yang berlekuk jelas seperti gitar spanyol itu membuat Lian terlihat lebih sempurna.
Caesar tersenyum puas. Sheryl menambahkan sandal tunik dengan bebatuan berwarna hitam dan berhak datar. Lian terlihat lebih santai.
“Lian, kau tidak aneh!” gumam Caesar “Kau terlihat sangat cantik”
Lian tertawa dengan gaya unik, ia menggoyangkan kepalanya untuk memandang kea rah lain sambil menggigit bibir bawahnya yang brwarna merah pucat. Dia sedang malu malu. Tidak perlu pakai make up, bahkan dengan keadaan Lian yang apa adanya pun ia sudah terlihat sangat cantik.
“Kalau begini kau siap ku bawa ke Magelang besok”
“Aku belum bilang kalau aku setuju dengan itu!” Lian membantah. Ekspresi malu malunya sirna setiap kali Caesar membahas itu. “Aku tidak bisa ke sana, setiaknya aku harus mengurus kepindahanku dulu. Lagi pula aku juga belum bertanya pada orang tuaku apakah mereka mengizinkan aku pindah ke Magelang atau tidak!”
Caesar tertawa “Ikut aku ke Magelang besok bukan berarti harus pindah besok. Kita kesana hanya untuk jalan jalan. Lagi pula sekolah kan libur untuk beberapa saat, anak kelas dua belas lagi ujian kan?” Caesar kemudian mengambil tas Lian yang berada di atas meja yang sedari tadi di sandarinya kemuian menggenggam tangan Lian erat erat “Ayo, hari ini kita jalan jalan spuasnya!”
“Hey!” Sheryl berteriak “Bagaimana dengan pakaianmu Lian, yang tertinggal di fitting room?”
“Buang saja!” jawab Caesar. Ia menoleh kepada Lian yang melotot kepadanya. Wanita itu mengembungkan pipinya seperti balon kerena kesal terhadap perlakuan Caesar terhadap pakaiannya “Kenapa?”
“Kenapa harus di buang? Aku masih bisa memakainya lagi!”
“Tidak usah, kau tidak perlu memakainya lagi. Dengan pakaian itu kau terlihat seperti anak culun yang kutu buku. Pantas saja Raka mmilih Fella. Ditambah lagi dengan model kaca matamu ini, lepaskan saja kaca matanya. Kita beli yang baru, yang lebih cocok dengan bentuk wajahmu!”
“Lalu kapan kau akan membayar semuanya?” Sheyl berteriak lagi
“Pasti ku transfer secepatnya” jawab Caesar “Berhentilah berteriak, aku masih ada di dalam butikmu. Kalau sikapmu seperti ini pada pelanggan, semua pakaianmu tiak akan laku” Caesar mengembangkan senyumannya lalu menyeret Lian untuk pergi bersamanya.
Lian berusaha membungkukkan badannya dan mengucapkan terima kasih pada Sheryl yang lebih memili lambaian tangan sebagai respon untuk menjawab.
***
Bahkan sampai saat ini
Aku masih memegang teguh rasaku
Meyakininya bahwa suatu saat akan terbalas
Namun sampai saat ini
Tak ada satu tanda pun rasa ini akan terbalas
(12 Januari 2017_Anisa)

Hari ini semuanya benar benar berbeda dengan kemarin dan kemarinnya lagi. Tadi pagi pagi sekali Caesar melempar sebuah kerikil kearah jendela kamar Lian dan memintanya untuk keluar dari kamar dengan bahasa isyarat sederhana. Dan sekarang mereka sedang berjalan menuju taman tempat mereka pertama kali pergi bersama.
Setiap kali mendengar Caesar berbicara, Lian seolah olah merasa kalau Varin sedang besamanya. Caesar memiliki gaya bicara yang sama dengan Varin. Meskipun begitu, Caesar lebih sopan bila di bandingkan Varin, adik semata wayangnya itu. Karena itu Lian berusaha menyikapi Caesar sebagai mana ia menyikapi Varin dan kelihatannya Caesar menikmatinya. Caesar sangat mudah berdekatan dengan orang baru sedangkan Lian tidak. Tapi laki laki itu berhasil membuat Lian merasa kalau ia dan Caesar seimbang, saling mengisi, saling memahami, dan Lian tau alasannya; karena mereka punya masalah yang hampir sama.
“Coba ceritakan tentang dia!” Lian memandangi Caesar yan tiba tiba mematung setelah mendengar ucapannya. Laki laki itu terus berbicara seharianseolah olah kepalanya adalah gudang data dan ia tidak dapat melupakan satu momen pun yang perna terjadi dalam hidupnya. Caesar menceritakan semuanya, kecuali masalahnya.
“Dia siapa? Dia yang sedang kau tunggu? Dia yang membuatmu menanti sampai sekarang dan membuatmu ada di sini beramaku danbenar benar membuatku lelah seharian. Kalian berteu di mana? Wajahnya sperti apa? Apa kau punya fotonya?”
Caesar menggeleng pelan “Aku bahkan tidak membawa satu pun fotonya untk ku perlihatkan pada mu. Aku an dia hanya perna berfoto sekali untuk kepentingan brosur sekolah, dan aku sedang tdak membawanya”
“Kenapa kau tidak mencoba bertanya langsung keadanya, dia memilihmu atau orang lain yang membuatmu pergi melarikan diri seperti ini? Seperti yang sudah kau lakukan pada aka waku itu. Apa harus aku yang bertanya pada gadis itu?”
“Aku sama sepertimu. Sudah tau keputusan akhirnya seperti apa. Aku hanya akan ditolak karena selama ini hanya menjadi orang keiga di antara mereka berdua. Tapi aku tidak mau mendengar penolakan, aku benci penolakan. Sebelum pergi aku memintanya untuk menemuiku bila dia sudah yakin, saat bertemu dia boleh melakukan apa saja padaku. Tapi ampir setengah tahun dan dia sama sekali tidak datang”
“Jadi menututmu tidak datang berate tidak cinta?”
Caesar menutup matanya dengan jari jari kedua tangannya. Ia menghirup udara sebanyak banyaknya dan menghembuskan lewat mulut, terus bekali kali “Aku punya teman disana. Namanya Yoona. Yoona bilang dia menanyakanku setiap hari pada bulan pertama, aku sangat senang san terus berharap. Tapi sekarang tidak lagi. Dia kembali ke kehidupannya yang semula tanpa aku. Masuk sekolah seperti biasa dan selalu bersama Revi, laki laki itu”
“Kalau begitu kenapa masih berpikir untuk menungu?”
Caesar mengangkat bahu lalu berbaring di atas rumput. Ia merogoh tas Lian yangsedari tadi di bawanya, mencari cari ponsel gadis itu dan mengotak atiknya.
“Nomor ponselmu berapa? Besok aku akan menjemputmu. Hari ini kita batal ke magelang kan? Bagaimana kalau kita berangkat besok lusa saja?”
“Kau kesepian ya?” Lian masih melanjutkan pertanyaannya. Ia tau kalau Caesar sedang berusaha mengalihkan pembicaaan tentang wanita yang entah sipa itu. Sampai sekarang Caesar tidk menyebut nyebut nama gadis itu. “Kau kesepian makannya selalu engajakku pergi?”
“Kalau aku bilang iya, apa kau mau menemaniku?” semuanya mendadak berubah mejadi serius. Caesar memandangi langit yang mulai gelap sambil mendengarkan sebuah lagu yang diputar dari ponsel Lian dengan suara tidak begitu keras. “Aku selalu sendirian, Li! Sejak dulu temanku yang terdekat pun tidak pernah ada untuk bersamaku selama seharian penuh sepertimu saat ini. Aku sudah terbiasa dengan sepi, jadi tidak usah khawatir”
“Aku tidk khawatir, kau terlalu hebat untuk di khawatirkan orang sepertiku!” Lian tersenum untuk dirinya sendiri kemudian mengambil ponselnya dari tangan Caesar “Sudah sore, aku mau pulang!”
“Aku antar ya?”
“Tidak usah! Aku bisa pulang sendiri. Lagi pula rumahku kan dekat”
***
Hirup, hembuskan. Hirup, hembuskan. Hirup hembuskan.
Caesar memandangi jendela kamar Lia di lantai dua. Dia seda ketergantungan, sudah tiga hari berjalan Caesar selalu melakukan hal yang sama, menanti ayah Lian keluar rumah di pagi hari dan masuk setelah laki aki itu benar benar menjauh. Lian selalu mengatakan kepada Caesar untuk meminta izin kepada orang tuanya bila mengajaknya pergi karena dia bukan anak kecil yang mau di ajak kabur kaburan setiap hari. Maka Caesar selalu berusaha melakukan itu tapi dengan seuah strategi, menemui ibunya karena ibu lebih pengertian disbanding ayah dan selalu member izin meskipun dengan petuah yang menggunung. Sedangkan dengan Tuan Rismono, Caesar sudah pernah di tolak beberapa kali dan itu membuat Lian menertawakannya saat di telpon.
Hari ini Tuan Rismono tidak keluar rumah. Caesar sudah memandani jam tangannya berkali kali dan waktu sudah hampir siang. Ia mulai takut, gelisah, dan……entalah. Ia ingin jalan jalan lagi hari ini meskipun selalu datang ke tempat yang sama, meskipun harus menghabiskan banyak uang, meskipn haus jalan kaki sehinga kulitnya berubah agak gelap. Caesar melempar sebuah kerikil ke jendela kamar Lian, tapi gadis itu tidak membuka jendelanya seperti biasa. Ponselnya bordering nyaring, secepat mungkin Caesar berusaha mengeluakannya kaerna takut keberadannya ketahuan bila ada yang mendengarnya. Dari Lian
“Hay” jawab Caesar sambil berbisik “Lian, kenapa kau tidak membuka jendela. Atau kau sdang tidak di rumah sekarang?”
“Aku sedang tidak bisa keluar rumah hari ini. Jadi kau pulang saja karena aku sedang di hukum!”
“Kenapa? Berapa umurmu sekarang sampai sampai ayahmu menghukum putrinya tidak boleh keluar rumah. Bukannya kau sudah tujuh belas tahun?”
“Ayahku sudah tau kalau aku keluar dari asrama. Tapi aku tidak mengatakan sebabnya, dan dia marah besar karena berfikir aku melakukannya hanya untuk bermain main denganmu saja”
“Apa?”
“Karena itu pulang lah! Datang lagi besok”
“Bagaimana kalau aku kesepian? Aku harus apa?”
“Kau bisa menelponku. Aku tidak bisa kemana mana hari ini karena Ayah sedang menungguiku di depan pintu kamar. Walau bagaimana pun aku ini tetap putri dari seorang ayah yang khawatir dengan anaknya. Aku tidak bisa bertindak bebas sebebas yang ku inginan”
“Lalu bagaimana dengan rencana kita ke Magelang”
“Aku belum pernah bilang aku akan ikut, bodoh! Berhentilah bersikap manja seperti itu. sudah berapa umurmu sekarang hingga ka uterus bermanja manjaan denganku setiap hari. Iangat kau hampir enam belas tahun” terdengar suara tawa dari seberang sana, Lian sepertinya senang bia membalas kata katanya meskipun ia berusaha menyembunyikannya. Kemudian bunyi pitu di gedor terdengar nyaring, bukan hanya dari telepon. Lian beu buru menutup telponnya dan Caesar tidak mendengar apa apa lagi.
Ia mengetik sesuatu dan mengirimkannya ke ponsel Lian dengan perasaan kecewa.
Aku akan disini menunggumu keluar
Seharian
(Delivered; Liana)
Caesar termangu, ia menunggu. Ia hanya ingin melihat wajahnya hari ini. Tiga hari selalu bersama Lian dan menghabiskan waktu bersamanya membuatnya merasa hampa kalau tidak melihat wajahnya. Tiga hari bersama sejak pagi hingga sore bena benar sudah membuat Caesar terbiasa dan menjadi tidak biasa bila tidak bersama dengan Lian. Ponselnya bordering lagi, Lian membalas pesannya

Kenapa kau malah membuat dirimu sendiri lehah?
Pulang saja sana
(Sender; Liana)
Caesar mendengus kesal. Besok ia harus kembali ke Semarang dan dia berharap bisa melihat Lian untuk terakhir kalinya sebelum ia sibuk dengan berbagai tugas sekolah yang menumpuk. Ia harus segera menyelesaikannya dan tidak tau apakah waktu liburannya masih tersisa untuknya kembali ke Bandungan lagi. Mungkin jika waktu liburnya mepet, ia tidak akan pernah membawa Lian ke Magelang.
Aku besok harus ke Semarang
Buka jendelanya, biarkan aku melihatmu
Sebentar saja
(Delivered; Liana)
Caesar mengirimnya lagi dan segera mendapat balasan. Ia senang karena Lian membalas lebih cepat dari pada pesan yang pertama tadi.
Aku tidak bisa
Ayahku mencurigai bunyi sekecil apapun
Jendela kamarku akan berderit bila di buka
Maaf
“Sender; Lian)
Kapan aka nada kesempatan? Ia sangat ingin pergi dengannya sekali lagi hari ini tapi melihat wajahnya pun ia tidak bisa. Caesar menghentak hentakkan kakinya keras keras. Ia mengambil batu kerikil dalam jumlah yang banyak dan melempar jendela kamar Lian dengan serangan beruntun. Tidak lama kemudian jendela terbuka, Tuan Rismono mencaci maki Caesar sambil menjulurkan tangannya. Ia berusaha melempar apa saja yang tidak terpakai. Beberapa buah buku mengenai kepala Caesar. Sebuah vas keramik nyaris saja menghantam wajahnya jika Caesar tidak menghindar. Laki laki it uterus seperti itu dan tidak mau berhenti jika Caesar tdak pergi. Caesar berusaha memandang Lian di sana, di belakang punggung ayahnya. Gadis itu berusaha menyembunyikan tawanya dan kemudianmendapatkan amarah yang sama dengan yang Caesar dapatkan. Tuan Rismono memukul putrinya dengan sebah buku sehingga Lian bergerak ke arah lain. Tak lama kemudian jendela itu tertutup lagi dan dalam sekejap suasana gaduh tidak lagi terdengar.
***
“Sekarangbagaimana dengannya?” Caesar bertanya dengan penuh harap. Ia berjalan menuju jendela kamarnya dan berharap bisa menemukan ketenangan. Di sebelah telinganya, ponselnya menempel dengan manis. Dia sangat mengaharapkan jawaban dari Yoona yang menjawab telepon dari Caesar dengan nada yang biasa.
“Aku harus menjawab apa lagi? Masih sama. Kau tidak mengizinkanku memberitahu apa apa kepada Ivea, jadi mereka mungkin sdah malas lagi bertanya padaku tentang ini”
“Apa dia sama sekali tidak bertanya tentangku? Maksudku tidak……..”
“Sudahlah” potong Yoona “Mau sampai kapan kau begini? Kalau ingin tau tanyakan sendiri, dia pasti juga sedang bingung, Caesar”
“Seharusnya dia tau kalau au mencintainya. Aku sudah mencurahkan dalam segala bentuk, mana mungkin dia tidak merasakannya”
“Pebuatan dan perkataan memiliki efek yang berbeda! Kau masih mau berharap terus atau mencari kepastian?”
“Aku masih akan menunggu” jawab Caesar “Sampai aku bosan!”
Jauh dari seberang sana suara Yoona tedengar mengerang. Ia menutup telepn dngan kadar dan Caesar tau kalau gadis itupasti sangat kesal. Nyaris selama setengah tahun Caesar selalu menelponnya setiap hari untuk menanyakan keberadaan Ivea dan ia hanya alfa selama tiga hari selama di Bandungan. Saat bersama dengan Lian, meskipun masih terkenag kenang Ivea, Caesar bisa menaan diri untuk tidak membicarakannya. Caesar memandang ranjangnya lalu merebahkan diri di sana. Ia menatap kamarnya dan teringat dengan langit malam di tengah taman, teringat dengan rerumputan hijau, teringat dengan kopi buatan rumah, teringat dengan Lian. Sudah empat hari ia berada di Semarang dan kesibukannya benar benar menanjak sehingga ia tidak sempat menghubungi Lian. Bagaimana dia sekarang?
***
Caesar menekan tuts ponselnya lalu mendekatkan ponsel ke telinganya. Sebuah nada tunggu membuat jantungnya berhenti berdetak dan itu cukup untuk membuatnya membatakan telponnya lagi. Ini ke tiga kalinya dalam sehari ia berusaha menghubungi Lian karena beberapa kali Lian tidak membalas pesannya. Poselnya juga jarang aktif dan selalu membuat Caesar putus asa. Seseorang membuka pintu kamarnya, Aron masuk dan berbaring di sebelahnya. Lama ia memandangi Caesar dengan tatapan penasaran tapi tidak mengatakan apa apa.
“Kakak tidak keluar hari ini?” Caesar memulainya, kaerna sepertinya Aron tidak akan pernah mau memulai.
“Caesar kau kenapa? Ada masalah apa? Dari kemarin sore tidak keluar kamar sama sekali, tidak makan, minum, jangan bilang kalau kau juga tidak mandi!”
“Biarpun aku tidak melakukan apa apa, tidak mandi adalah hal yang mstahil bagiku!”
Aron mengangguk angguk dan mengeluarkan ekspresi yang mengejek. Ia benar benar membuat Caesar kesal. Caesar melangkah ke kamar mandi dan meninggalkan Aron sendirian di atas ranjang. Caesar yang bersikap tidak biasa setelah pulang dari Bandungan kali ini, sering kali membuat Aron cenggung mengajaknya bercanda seperti biasa. Padahal Caesar adalah salah satu adiknya yang memiliki semangat paling tinggi untuk mengganggunya. Aron selalu berusaha  memancing pertengkaran tapi tiada satu pun yang berhasil, Caesar sudah membuatnya putus asa.
Aku mau tukar adik saja! Aron membatin. Ponsel Caesar bergetar, ia meninggalkan ponselnya begitu saja di tempat tidur? Sunguh sebuah kesempatan yang langka. Aron meraih ponsel yang tergeletak tak jauh dari tempat tidur dengan penuh semangat. Sebuah pesan dari Liana? Aron memundurkan bibirnya curiga.
Ada apa? Kau baik baik saja?
Kau serius menelponku atau tidak?
Kenapa setiap kali ku angkat kau tutup lagi?
(Sender; Liana)
Aron menggeledah ponsel Caesar dengan lebih brutal, ia memeriksa semua folder an hanya ada pesan dari Liana di sana. Siapa Liana ini? Tangan tangan mungilnya menelusuri lebih jauh lagi mengenai siapa Liana ini dan menemukan satu folder yang membuatnya yakin akan menemukan dari pertanyaan di lubuk hatinya itu. Folder bernama Liana itu memuat beberapa foto yang di ambil secara diam diam dn beberapa ada yang di ambil dengan sengaja. Foto foto yang menarik karena Aron mengenal wanita itu, meskipun penampilannya sangat berbeda dengn yang biasa Aron lihat, Aron mengenalnya.
“Apa yang kakak lakukan?” Caesar mengeram sambil memandangi Aron dan memasang wajah galaknya.
Aron memamerkan giginya karena ketahuan “Caes, ini teman seangkatanku kan? Waktu dulu SMP. Kalian ada hubungan apa? Liburan kemarin bersama sama ya?”
Caesar berusaha merebut ponselnya tapi Aron dengan sigap mengelak. Sempat terjadi pergumulan beberapa saat tapi Caesar akhirnya mengalah. Nafasnya yang terengah engah membuat Caesar kembali berbaring di anjang dan menatap langit langit
“Caesar, kau benar benar bersama Lian?”
“Kalau iya kenapa?”
“Wah, kenapa tidak megajakku? Aku mau ikut kalau tau kau menghabiskan liburan di Bandungan bersamanya! Kau memanggilnya langsung dengan nama? Dia pacamu?”
“Aku tidakberpacaran dengan dia, kami hanya berteman”
Aron mendengus “Lalu kenapa liburan bersama?”
“Bukannya kakak temannya Lian? Kau sama sekali tidak tau kalau Lian tinggal di Bandungan?”
Aron melamun sejenak, ia berusaha mengingat ingat tentang itu. aron memperlihatkan pesan dari Lian yang tadi di bacanya pada Caesar “Kalau mengenai ini, jawabmu apa?”
Caesar memandang pesan itu dan membacanya dengan ekspresi tak percaya, akhirnya Lian mengirim pesan untuknya. Ternyata Lian selalu hampir mengangkat telponnya. Caesar semakin merasa malu dan bodoh, dia tidak akan sangup bertemu dengan Lia karena hal ini.
“Jawab!” Aron mendesaknya “Kau sering menelponnya, tapi menutupnya lagi sebelum diangkat, ada apa denganmu?”
Caesar menghembuskan nafas dengan keras “Bagaimana ya? Aku bahagia kalau bersamanya. Dia membuatku ketergantungan dengan keberadaannya, mungkin karena selama seminggu aku di sana, aku selalu bertmu dengannya seiap pagi dan kami akan bersama seharian sampai menjelang malam sebelum akhirnya kami berpisah. Dia tidak pernah membuatku mersa bosan, aku tidak tau mengapa. Bahkan aku tidak perah begini dengan orang yang aku cintai”
“Aku mengerti! Aku juga pernah begitu padanya. Tapi tidak bertahan lama karena kami berpisah begitu lulus. Meskipun masih berhubungan lewat telpon tentu tidak sama lagi, sahabat ya, sahabat. Tapi sahabat tidak bisa bersama kita selamanya karena dia juga punya kehidupan sendiri”
“Benarkah begitu?” Caesar bertanya penasaran, ia bisa bernafas lega karena bisa mendapat jawaban dari penasaranya. Semula ia fikir ia sedang jatuh cinta pada Lian, tapi mana mungkin begitu sedangkan Lian tidak bisa membuatnya melipakan Ivea. Lian hanya mampu memberinya kenyamanan yang menyebabkan rasa malangnya bersembunyi untuk sementara waktu. Seandainya ia bisa merasakan perasaan nyaman itu selamanya pasti menyenangkan.
“Seandainya bisa bermain catur dengan Lian setiap pulang sekolah seperti saat masa masa SMP dulu, pasi menyenangkan!”
Caesar mengerjapkan mata, kata kata Aron yang senada dengan apa yang difikirkannya membuat Caesar duduk bersila di atas tempat tidur sambil memandangi kakaknya yang berbaring di tempat sebelahnya. “Apa tidak bisa kita seperti itu selamanya? Bersama dengan rang yang membuat kita merasa nyaman bahkan rasaya lebih baik dibandingkan dengan bersama orang yang kita cintai!”
“Tentu saja begitu. Bersama orang yang kita cintai, hati kita akan sering bergolak. Janung berdetak lebih cepat dari biasanya, cemburu kalau melihatnya bersama orang lain, merasa benci kalau di lupakan. Kalau dangan orang yang membuat kita nyaman tidak begitu!”
Tunggu dulu, Caesar sering merasa kalau jantungnya berdegup kalau melihat sesuatu yang berbeda dari Lian, saat menelponnya juga begitu. Apa iu semua berarti cinta? Mana mungkin begiu. Sekali lagi, bila ia mencintai Lian seharusnya ia bisa melupakan Ivea. “Apa kakak pernah merasa berdebar saat berada di dekat Lian?”
Aron menerawang, ia mengingat ingat masa masa SMP yang sudah lewat “Tentu saja pernah. Walau bagaimana pun aku dan dia berbeda jenis. Debaran seperti itu rasanya normal. Bagaimana dengan perasanmu pada Lian?”
“Aku merasa seperti sedang bersamamu! Hanya saja dengannya aku tidak pernah bertengkar”
“Kalau begitu sama, kau tidak perlu memperjelasnya lagi! Kau sedang ragu dengan perasaanmu kan? Kau takut kalau kau jatuh cinta pada Lian? Meskipun kau tidak jatuh hati padanya ada baiknya kalau kau dan dia jadian saja, jadi kau bisa bersama dengan orang yang membuatmu nyaman”
***
“Laki laki yang seperti perempuan itu, dia tidak datang lagi?” Nyonya Rismono bersuara lantang diiringi dengan bunyi mata pisau yang beradu dengan tatakan kayu.
Lian masih lesu memandangi sarapan paginya dengan tidak bersemangat. “Hey, Lian! Kau tidak dengar pertanyaanku? Laki laki itu sebenarnya siapa?”
“Laki laki yang mana?”
“Memangnya kau bergaul dengan berapa orang laki laki? Laki laki yang melempar jendela kamarmu dengan kerikil setiap pagi dan mengajakmu pegi keluar rumah seharian. Yang sering datang eminta izin kepada ib setelah ayahmu pergi. Yang wajahnya mirip Chan Yeol, EXO itu!”
Caesar, Lian bahkan tidak begitu mengingat Caesar lagi karena sudah begitu lama Caesar tidak menghubunginya. Pesan yang dikirimkannya beberapa hari yang lalu juga tidak di balas, padahal Caeasr yang menelponnya lebih dulu “Dia adik dari salah satu teman SMPku, Delta Aron!”
“Astaga! Benarkah dia adiknya Aron? Dia anak orang kaya kalau begitu?”
“Memangnya kenapa kalau dia kaya?” jawab Lian dengan cepat “Ibu, bolehkah aku keluar hari in? “ Lian memandangi ibunya, berharap di beri izin untuk keluar rumah meskipun hanya ke taman.
“Kau mau kemana?”
“Kalau boleh membeli Novel dan Komik! Aku sangat bosan, bu”
“Kalau begitu tunggu sebentar!” Nyonya Rismono meninggalkan masakannya dan masuk ke kamar. Tak lama kemudian keluar dengan membaa dompet kulit dan memberikan beberapa lembar uang pada Lian “Nanti belikan minyak goreng dan sabun cuci. Cuma sebagai alasanmu untuk keluar, jadi ayahmu tidak akan curiga bila kau pergi karena ibu menyurhmu membeli sesuatu. Ingat jangan pulang sore! Kembalilah ke rumah sebelum ayahmu pulang!”
Seperti di anugerahi matahari, wajah Lian langsung berubah cerah. Ia menerima uang yang di berikan ibunya dengan riang dan menghujani ibunya dengan ciuman bertubi tubi. Setelah ituLian mengganti pakaiannya dan berjalan keluar rumah. Tujuan utama adalah supermarket, minyak goreng dan sabun cuci harus di beli terlebih dulu sebelum ia melupakannya.
“Kau sedang mencari apa?”
Suara yang dikenalinya berbisik dalam jarak yang sangat dekat. Lian menjauhkan dirinya dan melihat seseorang yang berada di belakangnya. Caesar, sudah di duga “Sedang apa kau di sini? Bukannya kau ada di Semarang?”
“Kau tidak senang melihatku di sini?”
“Bukan begitu……”
“Aku sudah susah payah menunggumu keluar pagi ini, mengikutimu sampai di sini juga bkan hal yang mudah, tapi responmu sangat tidk menyenangkan!” Caesar pura pura kesal. Ia mengikuti Lian yang berjalan menelusuri rak rak yang berisi bahan bahan dapur dengan santai “Setelah ini kau mau kemana?”
“Ke toko buku, aku mau beli beberapa buku di sana”
“Bagaimana kalau kita ke butik Sheryl saja? Kita lihat apakah ia punya koleksi yang terbaru untukmu! Setelah itu kita jalan jalan lagi”
“Aku tidak bisa, uangku tidak cukup untuk membeli pakaian di sana. Standar kalian sangat mahal untuk orang sepertiku”
“Kenapa kau tiba tiba berkata seperti itu? Memangnya selama ini aku meminta kau yang membayar semuanya? Aku yang akan membayarnya!”
“Sudahlah! Pakaian darimu sudah menumpuk di rumah. Dan belum ada satu pun yang ku pakai. Hari ini aku juga tidak bisa jalan jalan seperti biasa, harus segera pulang ke rumah karna ayahku sekarang selalu makan siang di rumah. Dia tidak suka kalau aku terlalu dekat denganmu. Kau tau dia bialng apa? Aku terlalu mengikuti semua maumu, pulang sore, memakai pakaian ketat, dan apalah, aku tidak ingat.”
“Lian, ada yang ingin ku sampaikan padamu” kata Caesar secara tiba tiba “Apa sebaiknya kita jadian saja ya?”
Lian berdiri mematung. Ia menoleh kepada Caesar yang berdiri disampingnya dan memandangnya heran “Kau mau jadian denganku? Apa alasannya? Jangan bilang kau hanya ingin bermain main saja!” Lian kemudian tertawa dan kembali melangkahkan kakinya “Ada ada saja kau ini”
“Memangnya kenapa? Jangan bilang kau hanya akan pacaran dengan orang yang kau cintai! Siapa? Raka?”
“Lalu bagaimana denganmu? Sudah berhenti mencintai wanita itu? Wanita yang tak pernah kau sebutkan namanya”
“Dua hari, aku sudah menyisihkan waktuku selama itu untuk mengawasinya di Magelang secara diam diam. Dia terlihat sangat bahagia dengan Revi, tertawa bersamanya, dia bahkan tidak pernah tertawa seperti itu saat bersamaku” wajah Caesar kali ini terlihat benar benar sedih, bukan pura pura seperti tadi yang ditunjukannya di awal. Tapi ekspresi sedih itu segera di sembunyikannya rapat rapat dengan memaksakan sebuah senyum “Sepertinya sekarang sudah saatnya aku melupakan dia, kau juga harus melupakan Raka”
“Tidak semudah itu!”
Lian meletakkan semua belanjaannya di meja kasir dan membayarnya degan uang yang diberikan ibunya. Ia menenteng kantong plastic bewarna putih itu keluar dari supermarket dan menolak saat Caesar menawarkan dirinya untuk membawakannya. Ia masih memikirkan semua perkataan Caesar yang ada benarnya. Lalu setelah pacaran mreka akan sperti apa? Bukannya mereka tinggal berjauhan, dia berada di Bandungan sedangkan Caesar tinggal di Semarang. Bukannya sama saja? Lian behenti melangkah dan memutar tubuhnya menghadap Caesar “Apa alasanmu jadian denganku?”
“Akumerasa nyaman denganmu. Bukan karena ingin bermain main. Sekarang jawab pertanyaanku! Apa yang kau rasakan setiap kali bersamaku?”
Lian memutar bola matanya sejenak lalu kembali memandangi Caesar dari balik kaca matanya “Aku merasa kekanak kanakan. Jadi lebih crewet dari biasanya” katanya ketus lalu kembali melanjutkan langkahnya lagi. Sepertinya ia akan membatalkan rencananya untuk ke toko buku.
“Kau tau? Aku juga merasakan hal yang sama. Kau merampas sifat kedewasaanku. Bersamamu membuatku menemukan kembali kegembiraanku yang lama hilang, aku melupakan masa masa kesepian itu dan semua berganti dengan cerita cerita seru yang selalu ku ceritakan padamu. Aku bahkan tidak banyak bercerita tentang seseorang yang aku cintai”
“Tapi aku tidak pernah bercerita apa apa padamu. Itu artinya perasaan itu hanya kau yang merasakannya”
“Kalau begitu, itu mungkin karena kau bukanlah orang yang suka membicarakan hal hal yang tidak penting!”
Lian menghentikan langkahnya sekali lagi “Sebenarnya apa yang kau pikirkan sekarang? Kenapa tiba tiba mengatakan hal hal aneh seperti ini?”
“Karena sadar atau tidak, saat berdua kita merasa tentram. Kita bisa membicarakan Raka atau Ivea, nama gadis itu. Dan saat kita saling bercerita, apa yang kau rasakan? Kita bisa membicarakan kesedihan kita dengan perasaan biasa biasa saja. Bukankah itu sudah cuku? Pacaran tidak harus dengan orang yang kita cinta kan? Cinta itu bisa bertahan berapa lama? Yang kita butuhkan adalah orang yang bisa membuat kita nyaman dalam jangka waktu yang lama. Apa pedapatku salah?”
Tidak ada yang salah. Pikir Lian. Semua kata kata Caesar bisa diterima dengan baik. Tapi ia masih merasa ragu dengan tawaran gila Caesar “Kenapa harus aku?”
“Kau tau alasannya, alasan pertama yang membuat kita dekat”
“Kita baru kenal!”
“Kita sudah kenal lama, tiga tahun yang lalu kita sudah saling kenal. Tapi kita memang baru dekat sekitar dua minggu yang lalu.”
Lian menepuk nepuk pipi Caesar lembut “Buang rencana gilamu! Aku hanya menganggapmu sebagai seorang adik, tidak lebih. Aku tidak nyaman kalau harus mengubah hubungan itu menjadi sesuatu yang asing”
“Aku juga benar benar menganggapmu sebagai kakak sendiri. Dan hubungan seperti ini bisa tetap berlanjut setelah kita pacaran nanti. Hubungan kita menyelamatkan hati banyak orang. Menyelamatkan hati Raka dan Fella; Ivea dan Revi. Dan kita tidak perlu menderita untuk itu.”
“Kau benar benar serius? Kau tidak akan tertawa setelah ini kan?”
“Tentu saja akan tertawa. Tapi kita tertawa bersama! Jadi?”
Lian menatap mata Caesar semakin dalam untuk mencari pembenaran. Sejurus kemudian ia menemukan jawaban, kemudian ia menarik nafas dalam dalam dan menghembuskannya “Baiklah!”
***
Sudah setahun yang lalu Caesar dan Lian resmi berpacaran. Tapi bagi Caesar semua kenangan tentang Ivea masih terus melekat dan tidak ada henti hentinya mengganggu. Tapi hari hari bersama Lian sangat menghibur karena menghabiskan waktu bersama Lian dan mengajari gadis itu banyak hal sudah dengan sukses memberikan kesenangan tersendiri baginya.
Caesar memperhatikan pnampilanya di cemin, hari ini ia berjanji untuk mengantar Lian ke toko buku. Lian lebih senang menumpuk banyak buku di rumah dan membacanya di saat senggang dari pada membeli baju. Meskipun Lian bersedia merubah penampilannya, tapi ia menolak untuk melepas kaca matanya. Caesar beruntung karena selera Lian tentang kaca mata cukup menarik sehingga kaca mata itu sama sekali tidak merusak penampilannya yang sudah sangat luar biasa.
“Caesar, Lian sudah menunggumu. Tolong jangan lama lama karena dia tidak suka menunggu!” suara Aron yang berteriak keras di balik pintu membuat Caesar meraih jaket yang sudah disiapkannya dan segera keluar kamar.
Lian sudah menunggunya di ruang tengah sambil bertolak pinggang. Matanya menatap Caesar dengan pandangan kesal yang berusaha di sembunyikannya sebisa mungkin. Lian tidak mungkin marah marah di depan ayahnya dan Aron. “Kau sudah siap?” ia berkata dengan suara manis meskipun ekspresi wajahnya masih menyiratkan rasa kesal.
“Tentu saja, ayo kita pergi sekarang!” jawab Caesar, ia berjalan mendekati Lian.
Langkah demi langkah keluar dari rumah keluaga Caesar itu benar benar member kehangatan lebih. Dengan penampilan luar biasa, Caesar berbangga hati berkeliling Semarang dangan angkutan umum. Lian membuat pandangan orang bekali kali lipat terarah kepadanya bila di bandingkan melangkah seorang diri. Tidak, bila seorang diri Caesar lebih suka menggunakan kendaraan pribadi dan kelakuan yang seperti ini baru Caesar lakukan semejak dekat dengan Lian. Gadis itu benar benar membuatnya nyaman dengan segala hal.
“Lian, kau tidak bicara apa apa dari tadi. Ada masalah apa?” tanya Caesar dengan berhati hati “Kau masih marah karena telalu lama menunggu?”
“Aku pikir kita tidak jadi pergi! Sampai seminggu lagi aku akan merasa sangat bosan, jadi butuh hiburan”
“Kau sudah banyak mengumpulkan buku. Buku buku itu tidak akan bisa kau bawa pulang ke Bandungan semuanya! Kalau bosan kita jalan jalan saja!”
Caesar menjerit saat Lian menjambak rambutnya kesal, ia memohon untuk segera dilepaskan dan Lian melepasnya pelan pelan.
“Sampai kapan jalan jalan terus? Liburan lalu sudah kita habiskan dengan berjalan jalan dan aku tidak akan membiarkan hobi anehmu itu menggangguku!”
“Aku beruntung karena libur sekolah kita sama. Jadi aku bisa menjemputmu di Bandungan kapan pun aku mau saat liburan. Seandainya kau mau kuajak pindah sekolah ke Magelag, kau tidak akan merasa lelah dengan hobiku”
“Sebenarnya, kita pacaran berapa tahun? Aku harus menyiapkan alasan untuk putus dulu!”
“Kau gila?” Caesar berteriak lagi “Kita pacaran bukan untuk putus. “
Caesar tertawa, siapapun yang melihat mereka pasti akan merasa iri. Ponsel Caesar bordering, sebuah nomor tidak di kenal menunggu untuk di jawab. Dengan penuh keheranan, Caesar mengangkat telepon itu dan mendekatkan ponselnya ke telinga. Ia mendengar suara seseorang yang sangat dikenalinya, seseorang yang sangat ingin di lupakannya. Sesaat kemudian ia menoleh ke belakang dan nyais teduduk lemas. Ivea mendekat diiringi Revi dan berdiri di hadapan Caesar engan tatapan tak percaya
“Bisa kita bicara?” bisiknya pelan.
***
Caesar memandang Lian yang kelihatannya tidak mengerti dengan masalah yang terjadi. Matanya mencari cari tempat terdekat agar bisa duduk dan setelah menemukannya, Caesar mengajak semuanya untuk masuk ke tempat yang sama. Ia dan Ivea duduk di meja yang berbeda, sedangkan Revi dan Lian tampak sedang ngobrol ngobrol di meja yang lain. Sesekali Caesar memandang Lian, lalu kembali memandang Ivea.
“Kau kelihatan sangat bahagia. Dia pacarmu?” tanya Ivea dengan suara parau.
Caesar gugup dan ia sangat benci ini. Apakah ia akan bahagia bersama Lian? Tentu saja, tapi tidak akan sama bila bahagia bersama Ivea. “Ya, kita resmi pacaran kurang lebih satu tahun yang lalu”
Ivea memandang Lian sejenak “Dia cantik, dewasa, dan kelihatannya baik!”
Caesar tidak menjawab apa apa. Semuanya terasa kaku, dia bahkan merasa gugup dengan pembicaraan hari ini. Ivea datang sesuai harapannya. Tapi gadis itu terlambat.
“Aku benar benar payah, mengejarmu ke Semarang dan berharap kau akan kembali dan pulang ke Magelang bersamaku!”
Caesar hampir saja berteriak. Ivea mencintainya? Benarkah? Ivea takut karana Caesar akan pergi bersama orang lain dan tidak akan kembali kepadanya dengan perasaan yang sama. Entahlah, Caesar tidak yakin “Aku sangat menyayangimu Eve. Rasa sayang yang tidak pernah ku rasakan pada orang lain sebelumnya. Semula aku ragu karena ku fikir perasaan kali ini ada karena kau sangat mirip dengan orang yang pernah ku Cintai”
Ivea memandang Caesar dengan terkejut “Apa alasamu mengatakan itu? Apa kau mengerti peraaanku bagimana?”
“Perasaanmu yang bagaimana?”
“Meskipun aku tidak ingat apa apa, aku suah mendengar ceritanya dari Yoona! Cukup banyak untuk tau orang seperti apa aku ini!”
“Apa kau baik baik saja?” tanya Caesar. Wajah Ivea terlihat sangat pucat, ia menunduk dalam dan kemudian jatuh begitu saja.
***
Semuanya begitu cepat. Yang diketahuinya, di saat yang sama Revi dan Lian sagera mendekat dan membantunya membawa Ivea ke rumah sakit. Gadis itu membuatnya khawatir. Selama berjam jam Caesar terlihat sangat cemas karena terus mondar mandir di depan pintu ICU. Setelah melihat wajah Revi, Caesar berusaha untuk lebih tenang dan duduk di samping Lian. Ia tidak pantas menunjukan ekspresi seperti itu di depan Revi dan pacarnya meskipun Lian akan mengerti.
“kau ingin meninggalkanku?” Lian bersuara, ia memandang Caesaryang juga memandangnya dengan sangat terkejut “Bukankah dia datang untukmu? Dia sudah memenuhi harapamu!”
“Bagaimana bisa dirimu berkata seperti itu?” jawab Caesar dingin “Aku tidak akan membiarkanmu sendirian. Lagi pula aku sudah berjanji untuk membuatmu melupakan Raka, kau ingat?”
“Aku tidak keberatan kau tidak menepati janji itu. Demi kebahagiaanmu aku……..”
“Berhentilah berbicara! Aku tidak akan melakukannya!” Caesar mengeram, ia memandang Revi dan berdiri di hadapannya “Dia tidak mencintaiku dengan sepenuh hati, dia hanya mencintaimu dan itu tidak usah diragukan lagi. Perasaannya yang sekarang ini semu, dia memiliki perasaan seperti itu arena aku prig dengan meninggalkannya harapan. Jadi genggamlah dia seerat yang kau bisa!”
Revi tidak menjaab apa apa. Caesar juga tidak membutuhkan jawaban apa apa karena ia menggenggam tangan Lian dan membawa pacarnya pergi. Bagaimana mungkin ia akan melepaskan kenyamanan yang di dapatkannya sekarang? Bagaimana mungkin Caesar bisa menyinkikan Lian yang selalu menemaninya selama ini begitu saja hanya karena kedatangan Ivea yang terlambat? Dia tidak akan pernah bisa melakukannya demi dirinya sendiri.
***
Sesampainya di rumah, yang telihat hanya langit langit malam. Pergi pagi dam pulang malam seharusnya membuat mereka merasa lelah, tapi rasa laparlah yang lebih dominan. Caesar selalu menolak untuk mampir di rumah makan selama di perjalanan menuju rumah. Ia malah memiih untuk berhenti di supermarket terdekat dan membeli beberapa bahan untuk membuat omlet.
“Lian, cepat msakkan sesuatu! Aku hampir mati kelaparan” keluh Caesar
“Salahmu sendiri kenapa tidak mau mampir ke rumah makan? Kalau saja tadi kita mampir, mungkin kita pulang dengan keadaan perut penuh!” jawab Lian kesal.
Lian segera bergegas menuju dapur, lalu ia berusaha sepenuh hati membuatkan omlet yang enak dengan bahan bahan yang sudah Caesar beli lalu menyajikannya di atas meja. Lian kemudian duduk dan memandangi dua piring omlet yang sudah membuat perutnya berkobar. Caesar duduk menghadap piringnya dan bersiap memegang garpu dengan senyum mengembang “Ayo makan!” katanya dengan riang.
Caesar terus mengomentari banyak hal sambil terus menisci mulutnya dengan suapan suapan besar omlet. Dalam waktu singkat, Caesar sudah menghabiskan omlet di piringnya dan pindah menyantap omlet di piring Lian. Semula Lian merasa kesal karena makanya di ganggu, tapi lama lama ia bisa enerima sikap Caesar dengan perasaan terbuka
“Masih lapar?” tanya Lian, ia sudah berhenti makan dan membiarkan Caesar menghabiskan semua omlet yang masih tersisa di piringnya.
“Ini sudah cukup!”
“Kalau begitu cepat habiskan. Aku mau mencuci piringnya!”
Caesar bergerak semakin cepat sampai omletnya benar benar habis lalu mendorong piringnya menjauh, Lian mengemasi semuanya dan memindahkannya ke tempat cuci piring yang ada di sebelah meja makan. Bagi Lian urusan dapur bukanlah urusan yang besar, ia terbiasa melakkanya dengan hati hati.
“Lian, ada yang ingin aku sampaikan. Bisa setelah ini kita bicara? Aku akan menunggumu di ruang tenga!” kata Caesar tiba tiba. Sepertinya ia sedang ingin membicarakan masalah yang serius, tapi apa? Entahlah.
Setelah selesai mencuci piring yang digunakan untuk makan tadi, Lian buru buru melangkahkan kakinya menuju ruang tengah. Ia melihat Caesar sedang duduk di sofa sambil membaca majalah terbitan minggu ini. Dengan hati hati, Lian berjalan mendekat “Apa yang sebenarnya ingin kau bicarakan?”
Suara Lian berhasil menghentikan aktivitas Caesar. Ia menutup majalah itu dan berbalik menatap Lian “Duduklah! Ada yang ingin ku tanyakan padamu” katanya
“Kau ingin bertanya apa? Tentang masalah yang tadi? Aku bahkan tidak keberatan jika kau meningalkanku dan memilih bersama Ivea. Bukannya hubungan kita tujuannya hanyalah untuk main main saja?”
“Sebenarnya, apa yang kau rasakan saat kita bersama? Apakah kau tidak merasakan apa pun? Jujur hubungan kita semula hanya untuk bermain main saja. Tapi tidakkah mungkin jika kita merubahnya menjadi hubungan yang sebenarnya?”
“Apa yang kau bicarakan aku tidak mengerti?” tanya Lian yang berura pure tidak tau dengan maksud dan ujuan Caesar berkata seperti itu.
“Aku mencintaimu Lian, sungguh. Aku baru menyadarinya saat aku berbicara dengan Revi di rumah sakit tadi sore. Kata kata yang ku ucapkan padanya adalah kenyataan yang sebenarnya dan sekaligus membuatku sadar akan perasaanku yang sebenarnya” Caesar berkata nyaris tanpa jeda.
“Lalu bagaimana dengan Ivea, apa kau tak lagi mencintainya? Bukankah selama ini kau menunggu kedatangannya menemuimu? Tapi saat ia datang kau malah menghapus semua rasamu padanya?
“Rasaku padanya sudah lama menghilang seiring berjalannya waktu. Aku sadar bahwa hanya aku lah yang merasakan perasaan itu, sedankan Ivea tidak. Perasaannya padaku hanyalah emosi ssaatnya. Aku tau dia hanya mencintai Revi”
Lian memandang Caesar dengan tatapan tak percaya. Ia seperti merasa berhalusinasi “Maafkan aku. Sampai sekarang aku masih belum bisamelupakan perasaanku pada Raka”